Ekonomi Indonesia
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
BANDARLAMPUNG – Efek panas perang antara Ukraina dan Rusia telah mempengaruhi blok-blok ekonomi dan merubah struktur ekonomi di seluruh dunia. Tapering sudah mulai tidak ada dan barangkali Bank of London juga sudah mulai menaikkan suku bunga. Lalu, bagaimana di Indonesia? Bagaimana pula nasib perbankan Indonesia?
“Hal nyata yang akan datang adalah kenaikan suku bunga The Fed yang akan menjatuhkan harga obligasi dan inflasi global. Tentunya, inflasi di Indonesia juga akan naik,” kata Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Institute, dalam webinar “Hybrid Banking Ecosystems: The Key to Future Value Creation in Banking”, Kamis, 17 Maret 2021.
Eko menambahkan, kalau inflasi naik, tetapi suku bunga tidak naik dapat membuat rupiah menguat terhadap US Dolar. Tahun lalu dengan adanya suku bunga rendah, perbankan susah menyalurkan kredit. Kemudian, dengan suku bunga tinggi seperti sekarang, apakah bisa langsung meningkatkan ekspansi kredit?
“Padahal Gross Domestic Product (GDP) Indonesia membutuhkan pertumbuhan kredit. Jadi, menurutnya, situasi sekarang lebih berat daripada pandemi COVID-19. Restrukturisasi kredit yang jatuh tempo di 2023 pun juga menjadi tantangan,” tambahnya.
Selain itu, bedasarkan Undang-Undang Tahun 2020 dimana Bank Indonesia (BI) menjadi burden sharing dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) – begitu mengalami masalah tahun ini, sehingga tidak lagi menjadi burden sharing, sementara sumber APBN negara defisitnya diatas 3%, maka pemegang obligasi negara/Surat Utang Negara (SUN) terbesar di negara ini adalah perbankan.
“Menurut saya, makro market akan mengalami koreksi luar biasa. BI diperkirakan juga akan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM). Kalau BI tidak menaikkan GWM dan inflasi tinggi, maka rupiah juga akan mengalami masalah. Intinya bersiap siap lah suku bunga akan naik, bersiap-siap lah restrukturisasi kredit ini akan lebih sulit, karena ketidakpastian ekonomi tidak lagi masalah COVID-19, tapi didorong juga perang Ukraina dan Rusia,” ujarnya.
Kondisi saat ini sedikit lebih berat. COVID-19 belum berlalu, lalu ada perang yang berdampak terhadap ekonomi, digital begitu masif masuk ke Indonesia, tetapi dibarengi dengan cyber crime yang juga masif.
“Terakhir adalah bagiamana kita bisa melakukan konsolidasi digital terhadap bisnis masing-masing. Maka langkah terbaik adalah memantapkan konsep hybrid bank dengan kuat,” tutupnya. (*)