RDK OJK
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 1 Desember 2022 menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) konsisten tumbuh meningkat, sehingga terus mendukung peningkatan kinerja perekonomian nasional di tengah tingginya ketidakpastian global.
Ketua Dewan Komisioner Mahendra Siregar memaparkan, OJK mencatat sejumlah lembaga internasional seperti OECD memperkirakan ekonomi global akan tumbuh melambat di 2023 disebabkan oleh pengetatan kebijakan moneter global, tingginya harga komoditas energi dunia yang dipengaruhi tensi geopolitik, dan masih persistennya tingkat inflasi di level yang tinggi.
Oleh karenanya, perlu dicermati perkembangan sektor-sektor yang memiliki porsi ekspor yang tinggi serta sektor padat modal yang akan lebih terdampak oleh kenaikan suku bunga.
"Indikator perekonomian terkini menunjukkan kinerja ekonomi nasional masih cukup baik, terlihat dari neraca perdagangan yang terus mencatatkan surplus, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada di zona ekspansi, dan indikator pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih solid," papar Mahendra secara virtual pada Selasa, 6 Desember 2022.
Selain itu, optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi juga masih positif. Bank Indonesia kembali meningkatkan suku bunga acuan sebesar 50 bps untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Namun demikian, laju pemulihan perekonomian maupun intermediasi sektor keuangan belum terlalu terdampak atas kenaikan suku bunga dimaksud.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi memaparkan, pasar saham hingga akhir November 2022 melemah 0,25 persen mtd ke level 7.081,31 dengan non-resident mencatatkan inflow sebesar Rp0,74 triliun mtd. Secara ytd, IHSG tercatat menguat sebesar 7,59 persen dengan non-resident membukukan net buy sebesar Rp81,49 triliun.
Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI menguat 3,24 persen mtd dan 2,75 persen ytd ke level 341,96. Untuk pasar obligasi korporasi, aliran dana keluar investor non-resident tercatat sebesar Rp40 miliar (mtd) atau Rp530 miliar (ytd).
Di pasar SBN, non-resident mencatatkan inflow Rp23,70 triliun (mtd) sehingga mendorong penurunan yield SBN rata-rata sebesar 43,32 bps mtd di seluruh tenor. Secara ytd, yield SBN telah meningkat rata-rata sebesar 57,54 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp154,41 triliun.
Lebih lanjut, kinerja reksa dana mengalami penurunan tercermin dari penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar 1,26 persen (mtd) di Rp 512,17 triliun dan tercatat net redemption sebesar Rp9,75 triliun (mtd). Secara ytd, NAB turun sebesar 11,46 persen dan masih tercatat net redemption sebesar Rp78,35 triliun, namun minat masyarakat untuk melakukan pembelian reksa dana masih tinggi ditandai nilai subscription sebesar Rp849,88 triliun.
"Minat untuk penghimpunan dana di pasar modal masih terjaga tinggi, yaitu sebesar Rp226,49 triliun, dengan emiten baru tercatat sebanyak 61 emiten. Di pipeline, masih terdapat 91 rencana Penawaran Umum dengan nilai sebesar Rp96,29 triliun dengan rencana Penawaran Umum oleh emiten baru sebanyak 57 perusahaan," papar Inarno.
Sedangkan untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UMKM, hingga 25 November 2022 telah terdapat 11 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 314 Penerbit, 129.958 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp661,32 miliar. (*)