OJK Bongkar Penyebab Perusahaan Asuransi Bermasalah

2022-05-25T14:20:23.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Yunike Purnama

Ilustrasi industri Asuransi
Ilustrasi industri Asuransi

BANDARLAMPUNG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ungkap penyebab sejumlah perusahaan asuransi bermasalah yang meresahkan nasabahnya.

Terlebih OJK berkomitmen untuk terus meningkatkan penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) di industri jasa keuangan khususnya Industri Keuangan Nonbank (IKNB). Hal ini penting agar IKNB memiliki kredibilitas di mata masyarakat.

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengungkapkan, menurutnya, salah satu sebab IKNB mengalami kegagalan dalam menjalankan bisnis secara berkelanjutan adalah lemahnya governance serta manajemen risiko. Misalnya saja, banyak perusahaan asuransi dan pembiayaan yang sudah banyak merugikan korban karena gagal bayar.

"Sebagai contoh kasus-kasus yang terjadi di asuransi dan pembiayaan berakar dari lemahnya tata kelola di masing-masing internal perusahaan trmasuk bagaimana manajemen, stakeholder dan seluruh elemen dalam organisasi tidak melakukan operasional bisnisnya berdasarkan aturan dan value yang berlandaskan pada integritas dan profesional," ujar Riswinandi, dikutip dari siaran pers pada Rabu, 25 Mei 2022.

Oleh karena itu lanjutnya, sebagai regulator, pihaknya akan terus mendorong agar industri jasa keuangan dapat terus melakukan upaya-upaya terbaik dalam menjalankan prinsip-prinsip GCG. Adapun prinsip-prinsip utama GCG meliputi keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency), serta kesetaraan dan kewajaran (fairness).

"Berbagai upaya dilakukan oleh otoritas untuk meningkatkan awareness untuk menerapkan GCG, kalau ada yang melanggar ketentuan terpaksa kita mmberikan sanksi dan penyempurnaan regulasi," tandasnya.

Riswinandi menyebutkan, untuk industri pembiayaan, POJK tata kelola perusahaan sudah diperbarui melalui POJK nomor 29/pojk.05/2020 agar meningkatkan pengelolaan perusahaan lebih profesional, efektif dan efisien.

"Penyempurnaan regulasi terutama kewajiban bagi perusahaan untuk membentuk komite audit, komite pemantau risiko serta komite remunerasi dan nominasi untuk perusahaan dengan aset di atas Rp200 miliar," pungkasnya.

Sementara di industri asuransi, berbagai dinamika yang terjadi juga mendorong OJK untuk melakukan pembenahan. Buktinya beberapa waktu lalu OJK menerbitkan SEOJK nomor 5/seojk.05/2022 tentang produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau Unit Link.

"Regulasi terkait PAYDI itu aturan lama dan sudah sangat lama tahun 2006 yang baru kita ngatur tata kelola penerbitan PAYDI secara lebih pruden, transparan, terbuka kepada masyarakat calon pemegang polis juga kepada perusahaan asuransi. Tujuannya disini adalah dalam hal pengelolaan aset, disain, kriteria produknya, cara pemasaran, peraturan peralihan. Ini semua untuk kebaikan di kedua belah pihak khususnya dalam hal terjadi dispute di kemudian hari," katanya.

"Dengan regulasi tersebut kita juga sedang melakukan pembenahan di POJK 71 terkait dengan kesehatan keuangan dan investasinya. Jadi terutama lebih concern kepada tata kelola, investasi dan manajemen risikonya supaya dapat dikelola dengan baik. Salah satu concern kami ialah mengenai batasan investasi," tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan mengingatkan, tujuan penerapan GCG ialah dapat meningkatkan performance/ kinerja perusahaan, melindungi kepentingan pemangku kepentingan, dan meningkatkan kepatuhan tehadap peraturan perundang-undangan.

"Dan kewajiban yang dilakukan IKNB yakni bagaimana kewajiban untuk memenuhi persyaratan minimum dan laporan pelaksanaan GCG. Kenapa harus di access? Bagi IKNB itu melakukan self corrective action jadi kalau ada yang kurang bisa dilakukan tindakan korektif. Dari sisi kami, OJK akan melihat di bagian mana GCG yang kurang strong gitu," ucapnya. (*)