Sejarah Penggabungan Tahun Islam dan Jawa

Eva Pardiana - Sabtu, 30 Juli 2022 17:30
Sejarah Penggabungan Tahun Islam dan JawaSejumlah siswa SDN 4 Pinang mengikuti pawai menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 H di Pinang, Kota Tangerang, Banten, Jumat 29 Juli 2022. Pawai tersebut untuk menyambut Tahun Baru Islam 1444 H. (sumber: Panji Asmoro/TrenAsia)

JAKARTA – Umat Islam di seluruh dunia pada 30 Juli 2022 ini memperingati tahun baru 1444 Hijriah. Bagi orang Jawa, 1 Muharam juga bertepatan dengan 1 Suro yang juga menjadi hari pertama  kalender tahun Jawa atau yang dikenal sebagai Dal. 

Lantas bagaimana sejarahnya tahun Jawa dan tahun Islam bisa bersamaan?

Untuk diketahui kalender hijriah memakai sistem peredaran bulan atau qomariyah. Berbeda dengan kalender masehi yang memakai sistem matahari atau syamsiyah. Selain itu, jika pergantian hari kalender masehi di mulai pukul 12 malam, kalender hijriah hari berganti saat matahari terbenam. Kalender hijriyah juga lebih pendek 11 hari dari kalender masehi.

Dinamakan tahun hijriah karena perhitungan kalender ini dimulai ketika Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah. Umat Islam mulai menggunakan kalender Hijriah pada tahun 17 hijriyah  atau tahun 638 masehi. Ini adalah era kekhalifahan Ali bin Abu Thalib.

Sejumlah catatan menyebutkan sekitar 1018 tahun setelah kalender hijriah lahir, tepatnya pada 1035 hijriah, raja kerajaan Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumoa mengadopsi kalender tersebut. Sebagai kerajaan Islam di Jawa kerajaan ini memutuskan mengadopsi kalander hijriah dan meninggalkan sistem perhitungan kalender Saka yang berasal dari India.

Perubahan sistem penanggalan dilakukan hari Jumat Legi saat pergantian tahun baru Saka 1555 yang ketika itu bertepatan dengan tahun baru Hijriah 1 Muharam 1043 H dan 8 Juli 1633 M. Sistem kalender ini kemudian disebut dengan kalender Jawa atau kalender Sultan Agung.

Alasan penggabungan ini karena penggunaan tahun saka  menyebabkan perayaan-perayaan adat yang diselenggarakan oleh keraton tidak selaras dengan perayaan-perayaan hari besar Islam. Inilah alasan kenapa kemudian Mataram menciptakan  sistem penanggalan baru yang merupakan perpaduan antara kalender Saka dan Hijriah. 

Secara umum sistem kalender dia sama dengan kalender Hijriah. Namun untuk tahunnya Sultan Agung tetap menggunakan tahun Saka . Ini menjadikan awal tahun Saka bagi umat Hindu dan Islam berbeda karena tahun baru Saka bagi umat Hindu dimulai setelah Nyepi. Sementara  sementara tahun baru Jawa bersamaan dengan tahun baru Islam. Angka tahun antara hijriah dan jawa juga akhirnya berbeda. Sebagai contoh 30 Juli 2022 Masehi adalah 1 Muharram 1444 dan 1 Suro Dal 1957.

Nama hari kalender Jawa juga diubah mirip Arab/Islam: Ahad (ngahad), Itsnayn (senen), Tsalaatsa' (selasa ), Arbaa-a (rebo), Khamsah (kemis), Jumu'ah (jemuah), Sabt (setu). Nama yang kemudian juga diadopsi untuk nama hari di Indonesia.

Namun ahad berganti jadi minggu. Pergantian ini terjadi saat penjajah Portugis masuk Nusantara. Saat itu  nama ahad menjadi domingo (hari mereka beribadah pada Tuhan). Oleh lidah pribumi, nama domingo ini diucapkan jadi dominggu, lama-lama jadi minggu.

Tak hanya itu, Ahad yang artinya hari pertama dan merupakan awal hari dalam sepekan, kemudian jadi akhir pekan.  

Sedangkan untuk nama bulan, kalender Jawa menggunakan Suro, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkangidah, Besar. Nama bulan tersebut mirip dengan urutan kalender Hijriyah yakni Muharram, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Syaban, Ramadan, Syawal, Dzulkaidah, Dzulhijjah. (TA)

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 30 Jul 2022 

RELATED NEWS