Prospek Masih Cerah, Berikut Sederet Tantangan Bisnis Paylater

Yunike Purnama - Kamis, 15 Juni 2023 06:06
Prospek Masih Cerah, Berikut Sederet Tantangan Bisnis PaylaterBisnis paylater memiliki sejumlah tantangan yang dihadapi pada perusahaan yang bermain pada bisnis ini. (sumber: Freepik)

JAKARTA - Direktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Mulia R.H. Simatupang memperkirakan bisnis Buy Now Pay Later (paylater) memiliki prospek yang cerah. Sebab, bisnis paylater memiliki ceruk pasar yang besar disertai dengan tingginya tingkat pertumbuhan konsumen yang menggunakan paylater untuk berbelanja.

Meski demikian, bisnis paylater ini memiliki sejumlah tantangan yang dihadapi pada perusahaan yang bermain pada bisnis ini. Pertama, resiko kredit, resiko anti-pecucian uang dan pencegahan terorisme.

"Perusahaan paylater cenderung mengutamakan kecepatan dan kemudahan dalam penyaluran pembiayaan, namun belum disertai dengan proses credit scoring atau screening yang memadai," ujarnya dikutip Kamis, 15 Juni 2023.

Selanjutnya, tantangan yang perlu diperhatikan oleh para pemain di perusahaan pembiayan Payletter adalah resiko strategis. Mulia menambahkan, rata-rata perusahaan pembiayan paylater memiliki tingkat laba yang rendah dibandingkan dengan besaran aset yang dikelola atau disebut dengan return on asset.

"Hal tersebut karena beban marketing yang merupakan bagian dari kerjasama dengan platform ada promo - promo cashback, promo compost steering gratis dan sebagainya yang cukup besar sehingga terdapat potensi ke depan bisnisnya kurang berkelanjutan," ungkapnya.

OJK mengingatkan agar manajemen perusahaan pembiayaan paylater secara berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya dan perlu diimbangi dengan mitigasi resiko. Hal ini untuk menjaga tingkat non-performing financing (NPF) tetap berada pada level yang dapat ditolerir. 

Sehubungan dengan hal tersebut, OJK mencatat aset dari industri paylater telah mencapai Rp 7,4 triliun pada kuartal I 2023. Nilai tersebut dinilai masih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan pembiayaan nonpaylater sebesar Rp 504 triliun.

"Jumlah perusahaan pembiayaan paylater baru 5 perusahaan di antara 153 perusahaan pembiayaan," kata Mulia.

Sementara itu, kualitas kredit atau Non Performing Financing (NPF) gross perusahaan pembiayaan paylater sebesar 5,16% pada kuartal I 2023. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan NPF gross perusahaan pembiayaan non paylater sebesar 2,37%.

Namun untuk NPF neto perusahaan paylater hanya sebesar 0,85%. Sedangkan NPF neto pada industri pembiayaan sebesar 0,61%. "Jadi lebih rendah dari threshold 5%. Kami menggunakan NPF ini untuk menilai tingkat kesehatan. Jadi kalo NPF tinggi itu akan mengurangi penilaian tingkat kesehatan dari OJK," kata Mulia.

Oleh karena itu, ia mengingatkan perusahaan paylater agar hati-hati dalam melakukan ekspansi pembiayaan. "Jangan sampai rasio NPF melonjak tinggi ketika melakukan ekspansi pembiayaan," tutupnya. (*)

Editor: Redaksi
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS