Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
BANDARLAMPUNG - Beberapa waktu lalu ramai diberitakan soal kasus seekor kucing yang dicekoki minuman keras (miras) berjenis soju oleh sejumlah oknum. Dalam video yang beredar di media sosial, kucing tersebut terlihat mabuk dan linglung akibat miras.
Namun demikian, orang yang mencekoki kucing tersebut justru merasa senang melihatnya. Tidak hanya itu, kucing juga kerap dijadikan pelampiasan amarah pemiliknya. Berdasarkan kasus tersebut, bagaimana sanksi dan aturan hukum terkait penyiksaan terhadap hewan?
Sebelum memasuki bagian tersebut, perlu kita ketahui dulu soal apa itu penyiksaan hewan. Penyiksaan hewan merupakan penderitaan atau kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap hewan untuk mendapatkan suatu kepuasan tersendiri.
Tidak hanya manusia yang hidupnya dilindungi oleh undang-undang, kehidupan hewan juga turut dilindungi melalui undang-undang di Indonesia. Regulasi tersebut tertuang dalam beberapa Undang-Undang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baik yang lama maupun yang baru.
Hewan yang dilindungi tidak hanya seputar hewan peliharaan rumahan, namun hewan pekerja seperti sapi dan kuda juga demikian.
Dalam penjelasan Pasal 66 Ayat (2) UU No 18 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan “penganiayaan” merupakan tindakan untuk memeroleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memerlakukan hewan di luar batas kemampuan biologis dan fisiologis hewan, misalnya pengglonggongan sapi.
Adapun yang dimaksud dengan “penyalahgunaan” ialah tindakan untuk memeroleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan memerlakukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan peruntukan atau kegunaan hewan tersebut, misalnya pencabutan kuku kucing.
Pemanfaatan hewan juga tidak boleh sembarangan. Terdapat aturan yang melarang pemanfaatan hewan di luar kodrat atau kemampuannya. Hal tersebut sebagaimana tertuang melalui Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012.
Sanksi Pidana
Bagi oknum yang diketahui melakukan penyiksaan ataupun menyalahgunakannya yang menyebabkan hewan tersiksa dapat dikenakan jerat pidana. Sanksi tersebut berupa pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) seperti tertuang dalam Pasal 91B Ayat (1) UU No.41 Tahun 2014.
Dalam Pasal 302 KUHP lama disebutkan bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan.
Bentuk penganiayaan ringan tersebut berdasarkan KUHP antara lain sengaja menyakiti atau melukai hewan serta dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan.
Kemudian dalam Ayat (2) pasal tersebut disebutkan jika perbuatan itu kemudian menyebabkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati maka pelakunya dapat dikenai pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah,karena penganiayaan hewan.
Selanjutnya dalam KUHP baru soal penganiayaan hewan diatur dalam Pasal 337 Ayat (1) dan (2). Disitu disebutkan bahwa menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya dengan melampaui batas atau tanpa tujuan yang patut atau melakukan hubungan seksual dengan hewan dapat dipidana penjara paling lama (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Apabila hewan tersebut kemudian sakit lebih dari I (satu) minggu, cacat, Luka Berat, atau mati maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III seperti diatur dalam Pasal (2).
Dalam Pasal 338 Ayat (1) huruf a dan b pelaku yang memanfaatkan hewan di luar kemampuan kodratnya dan memberikan bahan atau obat-obatan yang dapat membahayakan kesehatan hewan dapat dipidana dengan pidana n pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.(*)