Kenaikan Suku Bunga The Fed, Negara Berkembang Selalu Terdampak

2022-10-11T13:51:03.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Yunike Purnama

Setiap kebijakan yang dijalankan oleh negara maju akan selalu berdampak kepada negara berkembang.
Setiap kebijakan yang dijalankan oleh negara maju akan selalu berdampak kepada negara berkembang.

AS - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, setiap kebijakan yang dijalankan oleh negara maju akan selalu berdampak kepada negara berkembang.

Terbaru, langkah menaikkan suku bunga yang dijalankan oleh Bank Sentral AS atau the Fed bisa memicu krisis keuangan di negara berkembang.

"Dalam 30 atau 40 tahun terakhir, setiap kali Federal Reserve menaikkan suku bunga mereka, selalu ada korelasi yang cukup kuat dari krisis keuangan di banyak negara berkembang," kata Sri Mulyani dalam acara T20 Summit di Washington DC, seperti dikutip pada Selasa, 11 Oktober 2022.

Selama ini negara berkembang selalu menjadi pihak yang terdampak saat The Fed menaikan suku bunga acuan.  Hal ini berkaca dari krisis-krisis yang terjadi sebelumnya. Saat ini risiko krisis di negara berkembang pun juga tengah menghantui. Ditambah lagi, beberapa negara berkembang masih berusaha bangkit dari dampak pandemi Covid-19.

Dalam kondisi demikian, berbagai negara akhirnya menggunakan instrumen fiskalnya untuk melakukan counter cyclical dengan melebarkan defisit terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Jadi, sekali lagi, (negara) menggunakan jalur fiskal mereka untuk counter cyclical, artinya mereka harus melebarkan defisit," tutur Sri Mulyani.

Sebagai informasi, counter cyclical merupakan upaya mengurangi pengeluaran dan menaikkan pajak ketika kondisi ekonomi sedang booming. Konsep ini juga bermakna meningkatkan pengeluaran dan memangkas pemungutan pajak ketika sedang dalam masa resesi.

Strategi ini kata Sri Mulyani digunakan Pemerintah Indonesia ketika terjadi pandemi Covid-19. Pemerintah dengan izin DPR sepakat memperlebar defisit APBN di atas 3 persen selama 3 tahun yakni 2020-2022.

Sehingga di tahun 2023, defisit fiskal kembali mengikuti aturan yakni kembali di bawah 3 persen dari APBN tahun berjalan. "Tiga persen ini adalah disiplin fiskal yang telah kami adopsi selama 20 tahun," katanya.  (*)