Pandemi Covid-19
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Indonesia Fintech Society (IFSOC) mendukung pemerintah yang saat ini tengah menyiapkan peraturan pelaksana pada UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara mengatakan, dengan adanya peraturan pelaksana akan memberikan kejelasan mengenai tata cara pelaksanaan terhadap ketentuan pelindungan data pribadi yang tertuang dalam UU PDP.
Dirinya pun mendukung perampungan peraturan pelaksana UU PDP, segera dirumuskan dan disahkan dengan memperhatikan jangka waktu transisional 2 tahun berakhir.
"Kita harus menghindari terjadinya keterlambatan dalam pemenuhan kewajiban UU PDP. Semakin cepat peraturan pelaksana dirampungkan, maka waktu untuk memenuhi kewajiban UU PDP di masa transisi akan semakin panjang," kata Rudiantara dalam keterangan resmi pada Jumat, 9 Februari 2023.
Memang, setelah pengesahannya bulan Oktober tahun lalu, peraturan pelaksana UU PDP menjadi agenda prioritas yang harus dituntaskan untuk memastikan kebijakan ini dapat diimplementasikan secara optimal pasca dua tahun masa transisi.
Di sektor jasa keuangan, salah satunya fintech, kehadiran UU PDP dan perampungan peraturan pelaksana nantinya akan berperan krusial dalam memberikan kepastian hukum dalam pemrosesan data pribadi. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kepercayaan atas layanan digital dan terwujudnya bisnis sektor fintech yang kondusif.
Rudiantara menekankan bahwa peraturan pelaksana harus diarahkan untuk mendorong kepatuhan pengendali dan prosesor data pribadi, dan tidak berfokus pada sanksi.
"Sebelum peraturan pelaksana terbit, perlunya suatu pedoman standar minimum kepatuhan yang wajib dipenuhi oleh pengendali dan prosesor data pribadi," jelasnya.
Terkait dengan pengenaan sanksi dalam UU PDP, Anggota Steering Committee IFSOC, Rico Usthavia Frans mengatakan bahwa peraturan pelaksana UU PDP harus menggugurkan potensi pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana secara berlapis (double sanctioning).
"Pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana dalam UU PDP sebaiknya diselenggarakan secara bertahap. Pendekatan ini merupakan model yang lebih ideal dan diterapkan sejumlah negara di dunia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Ekuador," ujar Rico.
Selain itu, Rico berpandangan bahwa peraturan pelaksana UU PDP perlu untuk mengatur secara komprehensif dan detail mengenai parameter untuk pengecualian atau peringan atas sanksi administratif dan sanksi pidana.
Menurutnya, hal ini akan sangat berguna sebagai bentuk pembelaan yang sah secara hukum bagi pengendali dan prosesor data pribadi yang diduga melakukan pelanggaran atas kewajibannya dalam UU PDP.
"Hal ini merupakan kunci agar penegakan ketentuan sanksi dalam UU PDP dapat diselenggarakan secara proporsional, sehingga tidak menjadi disinsentif pada pertumbuhan bisnis pengendali dan prosesor data pribadi yang didalamnya bukan hanya usaha besar tetapi juga UMKM," ungkapnya.
Di samping itu, Rico juga mengatakan bahwa peraturan pelaksana UU PDP perlu secara komprehensif mengatur penafsiran atas ketentuan UU PDP.(*)