pinjol
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
BANDAR LAMPUNG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tidak akan membiarkan semua Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) melakukan initial public offering (IPO) atau melantai di pasar modal. Sebagaimana dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang memperbolehkan BPR/BPRS melakukan IPO.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, ketentuan untuk mengikuti kegiatan tersebut tidak sederhana karena harus memenuhi persyaratan seperti permodalan atau aset tertentu.
"Kita harus melihat bagaimana kekuatan dari BPR/BPRS itu. Dilihat dari ketentuan aset, aspek permodalan, dilihat juga dari aspek profitabilitas," ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Februari 2023.
Di samping itu, ada komponen lainnya sehingga jangan sampai investor itu dirugikan dengan listingnya BPR/BPRS. Oleh karenanya, Dian menegaskan bahwa hanya BPR/BPRS yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat melantai di bursa efek.
Dian menambahkan, saat ini peran dan kontribusi BPR dan BPRS masih sangat dibutuhkan baik dalam pembangunan daerah, pengembangan UMKM, penyediaan produk, dan layanan keuangan pada masyarakat, serta percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah.
Per Desember 2022, jumlah BPR dan BPRS tercatat sebanyak 1.608 unit. Jumlah tersebut mengalami tren penurunan sejak 2015 yang tercatat sebanyak 1.800 BPR dan BPRS. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh proses konsolidasi, pencabutan izin usaha, dan likuidasi.
Pada periode tersebut, total aset BPR/BPRS menunjukan pertumbuhan sebesar 9,14% menjadi Rp 202,46 triliun, dibandingkan tahun sebelumnya Rp 185,50 triliun. Adapun pertumbuhan total aset ditopang oleh penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh 9,17% yoy.
"Dari sisi penyaluran dana, kredit BPR/BPRS tumbuh sebesar 11,81%. Nilai tersebut telah melebihi tingkat pertumbuhan pre-pandemi covid 19 yang tercatat sebesar 10,85%," kata Dian.
Secara agregat, ketahanan permodalan industri BPR/BPRS dalam kondisi memadai di tengah eksposur resiko yang masih tetap manageable. Sementara untuk pangsa industri BPR/BPRS di dominasi oleh 95 BPR/BPRS dengan modal inti di atas Rp 50 miliar dengan total aset agregat mencapai 42,08% dari total aset indutri BPR/BPRS.
"Adapun BPR dengan total aset tertinggi telah mencapai Rp 10,14 triliun," pungkas Dian. (*)