Permodalan Fintech Diproyeksi Akan Lebih Tinggi, Pemain Mulai Siapkan Strategi

Yunike Purnama - Kamis, 27 Januari 2022 08:30
Permodalan Fintech Diproyeksi Akan Lebih Tinggi, Pemain Mulai Siapkan StrategiIlustrasi fintech. (sumber: Shutterstock)

BANDARLAMPUNG - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis fintech lending yang berjumlah 103 platform, per 3 Januari 2022 seluruhnya telah mengantongi izin usaha di OJK. Dengan demikian, revisi regulasi terkait fintech lending pun kian dinantikan.

Salah satu poin yang mencuri perhatian industri fintech lending yakni regulasi baru yang berisikan syarat permodalan.

OJK akan menerbitkan peraturan baru mengenai ketentuan ekuitas minimum. Peraturan tersebut mulai berlaku di tahun ini. Setelah POJK baru berlaku, semua pelaku fintech lending wajib memiliki ekuitas minimum Rp15 miliar yang diterapkan secara bertahap.

Nilai ini melambung tinggi jika dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yang sebesar Rp2,5 miliar. Sebelumnya, OJK pernah mengaku bahwa persyaratan modal disetor minimum Rp2,5 miliar dalam Peraturan OJK No. 77/2016 itu terlalu kecil.

Menanggapi hal tersebut, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) mengaku saat ini total permodalan perusahaan sudah melebihi Rp15 miliar. Perusahaan akan berencana meneruskan penambahan modal di tahun ini.

“Akseleran sendiri modal disetornya sudah jauh lebih dari Rp15 miliar. Tahun ini berencana meneruskan penambahan modal dengan mencari permodalan kembali dari Venture Capital,” kata Ivan Tambunan, CEO & Co-Founder Akseleran.

Sejauh ini Akseleran telah mendapatkan permodalaan dari 5 perusahaan Venture Capital (Modal Ventura). Adapun 5 perusahaan Venture Capital yaitu, Beenext (Jepang), Digital Garage (Jepang), Access Ventures (Hong Kong), Central Capital Ventura (Indonesia, afiliasi Bank BCA), dan Agaeti Venture (Indonesia, Pandu Sjahrir sebagai managing partnernya).

Pemain fintech lending lainnya, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) mengaku sudah melebihi batas minimum permodalan perusahaan. Hingga saat ini, Amartha telah menyalurkan pendanaan lebih dari Rp5 triliun.

CEO dan Founder Amartha Andi Taufan Garuda, mengatakan perusahaan akan mengoptimalkan seluruh kanal untuk memperkuat permodalan.

“Dengan peningkatan penyaluran pendanaan, serta menjalin kolaborasi strategis dengan mitra institusi perbankan untuk mengakselerasi permodalan bagi UMKM,” kata Andi.

Sementara untuk menjaga permodalan, Amartha akan terus mengoptimalkan kerja sama strategis dengan mitra institusi/perbankan.

Sementara itu, PT Modal Rakyat Indonesia (Modal Rakyat) mengaku sudah memenuhi syarat minimum permodalaan yang ditetapkan oleh OJK.

CEO Modal Rakyat Hendoko Kwik mengatakan, perusahaan akan menjaga permodalan ini dengan memastikan bahwa operasional berjalan dengan efektif dan efisien.

“Sehingga kami dapat menjaga kestabilan ekuitas kami. Untuk permodalan, kami masih terbuka untuk investor baik dari dalam ataupun luar negeri,” katanya.

Adapun rancangan revisi POJK yang diterbitkan pada 2020 lalu, memang syarat minimal permodalan yang tertera menjadi Rp15 miliar.

Namun, tahun lalu, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta menyatakan syarat minimal permodalan fintech lending menjadi Rp10 miliar.

Dalam hal ini, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan belum bisa menyampaikan berapa nilai pasti dari minimal permodalan dalam regulasi baru nantinya. Namun Bambang dapat pastikan bahwa nilainya akan naik signifikan dari ketentuan sebelumnya yang sebesar Rp2,5 miliar.

Bambang menjelaskan, rincian syarat minimum modal tersebut akan berlaku bagi perusahaan baru yang akan mengajukan izin saat moratorium sudah dicabut. Sementara, untuk fintech lending yang sudah mendapatkan izin akan dikenakan ketentuan minimum ekuitas secara bertahap selama jangka waktu tertentu.

“Modal kerja itu penting dan perlu untuk membangun image fintech baru agar minat lender meningkat,” pungkas Bambang. (*)

Editor: Yunike Purnama
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS