IHSG Pekan Lalu Catat Sejarah, Bagaimana Pergerakannya di Awal Pekan?
Yunike Purnama - Senin, 22 November 2021 08:00JAKARTA - Perdagangan saham pada akhir pekan lalu telah mencatat sejarah. Penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 1,26% ke rekor tertinggi 6.720,26 atau tertinggi sepanjang sejarah.
Dalam sepekan IHSG melesat 1,04% hingga mencetak rekor tertinggi pada perdagangan Jumat (19/11/2021).
Direktur Equator Swarna Investama, Hans Kwee mengatakan, ada sejumlah sentimen yang akan mempengaruhi pergerakan IHSG untuk pekan depan.
Pertama, Presiden Fed Chicago Charles Evans menegaskan diperlukan waktu hingga pertengahan 2022 untuk mengakhiri program pembelian obligasi The Fed.
Ia mengatakan berpikiran terbuka untuk mengubah kebijakan moneter pada 2022 jika inflasi terus tetap tinggi.
Kenaikan suku bunga pada 2022 bisa terjadi jika inflasi tinggi terus berlanjut. Evans menambahkan, bahwa ekspektasinya sebetulnya sebaliknya.
Sejumlah petinggi The Fed mengisyaratkan pengurangan pembelian aset dapat dipercepat untuk melawan inflasi atau jika pasar percaya suku bunga akan naik lebih cepat dari yang diantisipasi.
Banyak pelaku pasar memperkirakan bank sentral akan bergerak lebih cepat menyusul data inflasi yang tinggi, klaim pengangguran yang baik dan penjualan ritel yang melampaui perkiraan.
Ini adalah salah satu faktor negatif yang membuat indeks saham global sangat berfluktuasi minggu lalu.
"Inflasi masih menjadi salah satu masalah utama perekonomian menyusul kekhawatiran perubahan kebijakan the Fed akibat tingginya angka ini," ungkapnya dalam riset, Senin (22/11/2021).
- Penguatan Literasi Jadi Daya Bangkit Pemulihan Ekonomi
- Tertarik Kerja di Bidang Kreatif? 5 Startup Top Versi LinkedIn Ini Jadi Incaran
- Terus Edukasi Pengguna, GoPay Gaungkan Pentingnya Keamanan Digital Dalam Bertransaksi
- WhatsApp Uji Coba Fitur Reaksi Pesan di Android
- Pemerintah Arab Saudi Rilis Aturan Baru Ibadah Umrah
- Tips Google Agar Password Tidak Mudah Dibobol
Selanjutnya, angka penjualan ritel Oktober menunjukkan konsumen meningkatkan pengeluaran ditunjukan dengan penjualan naik 1,7% melampaui ekspektasi pasar untuk kenaikan 1,4%. Angka itu jauh di atas peningkatan 0,8% pada bulan September.
Laporan tersebut menunjukkan penguatan yang luas dalam sejumlah kategori, mulai dari mobil hingga sporting goods. Penjualan online melambung 10,2% dari tahun lalu.
Naiknya penjualan ritel kemungkinan disebabkan rakyat Amerika memulai belanja liburan lebih awal untuk menghindari rak yang kosong di tengah kekurangan sejumlah barang karena pandemi menekan rantai pasokan.
Kenaikan itu terjadi bahkan ketika indeks harga konsumen melonjak 6,2%yoy pada bulan lalu, inflasi yang tidak terlihat sejak 1990-an.
Penjualan ritel Amerika naik lebih baik dari ekspektasi pada Oktober, memberi dorongan ekonomi yang kuat di kuartal keempat dan meningkatkan kemungkinan pengetatan kebijakan moneter.
Masih dari global, investor khawatir ketika sejumlah negara Eropa memberlakukan lockdown untuk mengatasi gelombang terbaru infeksi virus Covid 19.
Penyebaran cepat virus Covid-19 di Eropa disertai beberapa negara tercatat mengalami kenaikan kasus tertinggi harian.
Pelaku pasar khawatir bahwa Eropa tampaknya berada di ambang gelombang keempat infeksi Covid-19. Ini membuat Bank Sentral Eropa (ECB) diprediksi tidak akan terburu-buru menaikkan suku bunga di tengah kenaikan inflasi di sejumlah negara Eropa tersebut.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mencatat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III 2021 surplus US$ 10,7 miliar setelah mengalami defisit US$ 0,4 miliar pada triwulan sebelumnya.
Surplus NPI tersebut ditopang oleh transaksi berjalan yang mencatat surplus serta surplus transaksi modal dan finansial yang makin meningkat.
Posisi cadangan devisa pada akhir September 2021 mencapai US$146,9 miliar atau lebih tinggi dibandingkan USD137,1 miliar pada akhir Juni 2021.
Menurut Hans, surplus pada Neraca Pembayaran Indonesia berhasil mengangkat IHSG ke level tertinggi yang pernah ada. IHSG juga naik ditopang kenaikan sejumlah komoditas.
"Kekhawatiran gelombang ke 4 Covid-19 di zona Eropa akan menjadi salah satu sentimen negatif pasar. Potensi lockdown yang mengganggu pemulihan ekonomi dan salah satunya gangguan rantai pasokan sehingga mendorong inflasi tinggi," paparnya.
Hans menambahkan, tingginya inflasi Amerika Serikat berpotensi mendorong the Fed merubah kebijakan moneternya.
Hans meramal IHSG akan diperdagangkan dengan support di level 6.651 sampai 6.592 dan resistance di level 6.750 sampai 6.799 pada pekan depan. (*)