Penulis:Eva Pardiana
JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengumumkan rencana penerapan tarif impor 10% terhadap lebih dari 150 negara dan kawasan dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Rabu (16/7/2025).
Kebijakan tarif seragam menjadi bagian dari lanjutan strategi proteksionisme ekonomi yang semakin ditegaskan sejak Trump kembali menjabat awal tahun ini. Dalam pernyataannya, Trump menegaskan tarif dasar akan berlaku bagi negara-negara yang menurutnya “tidak besar” dan “tidak banyak melakukan bisnis” dengan Amerika Serikat.
Ia menekankan bahwa kebijakan ini didasarkan pada prinsip keadilan perdagangan, di mana semua negara yang belum memiliki kesepakatan bilateral akan dikenai tarif yang sama.
"Semuanya akan sama untuk semua pihak, untuk kelompok itu," tegas Trump kepada wartawan kala menggelar pembicaraan dengan Putra Mahkota Bahrain Salman bin Hamad Al Khalifa di Gedung Putih, Washington, dikutip Jumat (18/7/2025).
Baca juga:
Kebijakan tarif dasar sebesar 10% sendiri telah diberlakukan sejak April 2025 untuk negara-negara yang tidak tercakup dalam kesepakatan bilateral. Dalam kesempatan yang sama, Trump kembali membuka kemungkinan untuk menaikkan tarif dasar tersebut hingga 15% atau bahkan 20%, meskipun belum ada keputusan resmi yang diumumkan terkait perubahan tersebut hingga saat ini.
Pemerintah AS telah mengirimkan surat pemberitahuan tarif baru kepada sekitar 20 negara dan kawasan ekonomi utama, termasuk Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Pemberlakuan kebijakan ini direncanakan mulai efektif per 1 Agustus 2025.
Langkah tersebut langsung mendorong berbagai negara terdampak untuk melakukan negosiasi intensif demi mendapatkan perlakuan yang lebih menguntungkan atau bahkan mengecualikan diri dari tarif tersebut.
Namun, sejumlah analis meragukan implementasi tarif ini akan berjalan sesuai jadwal. Kekhawatiran utama datang dari potensi dampaknya terhadap ekonomi domestik Amerika Serikat sendiri. Anakis emperkirakan bahwa tekanan dari sektor bisnis dalam negeri dan mitra dagang strategis dapat memengaruhi sikap akhir Gedung Putih terhadap rencana tersebut.
Negara-negara seperti India dan Swiss, yang menyumbang lebih dari 3% dari total defisit perdagangan AS pada 2024, saat ini masih berupaya menjalin dialog dengan Washington meskipun belum menerima pemberitahuan resmi. Keduanya berisiko tinggi masuk dalam daftar negara yang akan dikenai tarif dasar.
Terkait hubungan perdagangan dengan India, Trump memberikan pernyataan yang beragam. Di satu sisi, ia menyebut bahwa kedua negara telah sangat dekat mencapai kesepakatan, namun di sisi lain ia menyatakan bahwa mereka akan “menyusun perjanjian lain”. Pernyataan yang bertolak belakang ini menunjukkan negosiasi antara AS dan India masih dinamis dan belum menemukan titik akhir.
Sementara itu, pembicaraan dagang antara AS dan Jepang juga sedang berlangsung. Meski demikian, Trump menyatakan keraguannya terhadap hasil negosiasi tersebut. Ia bahkan menyebut kemungkinan bahwa AS akan tetap memberlakukan tarif sebagaimana yang telah dicantumkan dalam pemberitahuan resmi kepada Tokyo. (TA)