Tren Melandai, OJK Kaji Keberlanjutan Restrukturisasi Kredit

2022-08-02T10:10:45.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Yunike Purnama

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren restrukturisasi kredit Covid-19 terus melandai.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren restrukturisasi kredit Covid-19 terus melandai.

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren restrukturisasi kredit Covid-19 terus melandai. Hingga Juni 2022, total outstanding restrukturisasi kredit tercatat sebesar Rp 576,17 triliun, turun dari posisi Mei 2020 yang mencapai Rp 596,17 triliun.

Jumlah debitur restrukturisasi Covid-19 juga menurun dari 3,13 juta debitur pada Mei 2022 menjadi 2,99 juta debitur pada Juni 2022. Sementara itu, Posisi Devisa Neto (PDN) Juni 2022 tercatat sebesar 1,93 persen atau berada jauh di bawah threshold sebesar 20 persen.

"Kredit restrukturisasi dari jumlah nilai maupun debitur terus menurun signifikan, begitu juga dengan non performing loan (NPL) dari kredit yang direstrukturisasi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dikutip pada Selasa, 2 Agustus 2022.

Mahendra mengatakan, OJK masih terus mendalami kajian terkait keberlanjutan rekstrukturisasi kredit ke depannya. 

Ia mengakui beberapa sektor masih berada dalam kondisi yang sulit seperti akomodasi serta makanan dan minuman.

Meski demikian, lanjut Mahendra, proporsi sektor yang masih memerlukan restrukturisasi kredit tersebut sangat kecil yakni di bawah 20 persen. Ini dianggap suatu ambang untuk menentukan keberlanjutan restrukturisasi kredit.

Adapun beberapa sektor yang mengalami penurunan tajam restrukturisasi kredit yaitu perdagangan, manufaktur, konstruktusi transportasi, komunikasi dan pertanian. 

"Pada saat ini kami terus mengupdate perkembangan setiap sektor yang masih memerlukan restrukturisasi," terang Mahendra.

Namun selain selain pandemi, menurut Mahendra, risiko dampak stagflasi global juga menjadi pertimbangan dalam menentukan keberlanjutan resturkturisasi kredit. Menurut Mahendra, restrukturisasi juga bisa dijadikan sebagai upaya memitigasi dampak stagflasi global. (*)