Universitas Lampung
Penulis:Chairil Anwar
Editor:Chairil Anwar
BANDAR LAMPUNG — Jumlah guru besar atau profesor di Indonesia hanya 5.479 atau 2% dari total dosen 312.890 orang. Artinya, sebanyak 98% dosen belum memiliki gelar profesor. Menanggapi fakta ini, Universitas Lampung terus berupaya mempercepat jumlah guru besar dengan memperkuat manajemen kepemimpinan dan pemberdayaan dosen dengan prinsip transparan, akuntabel, dan jembar.
Minimnya jumlah guru besar itu dikemukakan oleh anggota Komisi X DPR, Prof. Djohar Arifin Husin, dalam Webinar Nasional Strategi Meningkatkan Jumlah Guru Besar dan Mempercepat Kenaikan Jabatan Fungsional Dosen, Selasa, 5 April 2022.
“Ini tantangan bagi kita semua untuk dikejar agar kita bisa grow up ke tingkat ASEAN, Asia, maupun dunia. Jadi, guru besar harus diperbanyak,” ujarnya.
Webinar yang diselenggarakan oleh Universitas Lampung (Unila) bersama PT Sentra Vidya Utama (Sevina) ini diikuti oleh 4.000 peserta, dengan 250 di antaranya merupakan rektor dan wakil rektor perguruan tinggi di Indonesia.
Menurut Djohar, sebaran guru besar juga belum merata. Sebagian besar ada di Pulau Jawa, yaitu 57,44%, selebihnya tersebar di seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Dia menampilkan data perguruan tinggi dengan jumlah guru besar terbanyak yaitu Universitas Hasanuddin Makassar memiliki 318 guru besar, Universitas Gadjah Mada 312 guru besar, Universitas Indonesia 284 guru besar, Universitas Airlangga 223 guru besar, dan Institut Pertanian Bogor 216 guru besar.
Untuk itu, dia berharap semua perguruan tinggi saling berlomba meningkatkan kualitasnya, termasuk jumlah guru besar di perguruan tinggi masing-masing. “Melalui webinar ini, saya juga berharap semakin banyak dosen yang mau meng-upgrade diri meraih gelar guru besar,” tuturnya.
Djohar Arifin membagikan strategi fundamental dalam meraih gelar guru besar, yaitu dengan memahami pedoman operasional Dikti, baik umum maupun khusus, di antaranya pemilihan jurnal, jurnal kunci, bukan plagiat, dan sebagainya.
“Termasuk spesifik kategori jurnal internasional bereputasi dan bagaimana publikasi bisa masuk kategori jurnal internasional bereputasi tersebut,” urainya. Dosen juga harus mengikuti model laporan penelitian yang dikehendaki.
Sementara itu, strategi yang dapat dilakukan perguruan tinggi adalah melalui coaching clinic berupa kegiatan pembimbingan dalam menulis artikel sampai tata cara dari awal hingga akhir. Pembimbingan dilakukan oleh profesional kepada peserta program calon guru besar.
“Kepada rektor, beri semangatlah kepada dosen dan dirikan tim support sehingga lebih semangat lagi dosen-dosen muda menjadi guru besar,” tandasnya.
Rektor Unila Prof. Karomani juga berbagi tips dan strategi bagaimana upaya Unila berhasil mempercepat jumlah guru besar. Pertama, ujar Karomani, dengan memperkuat manajemen kepemimpinan dan pemberdayaan dosen dengan prinsip transparan, akuntabel, dan jembar.
“Jembar itu selesai dengan diri sendiri, tidak ada friksi-friksi, kami membantu semua tanpa memandang latar belakang apa pun. Bahkan, orang yang mempersulit saya dulu saya tolong mati-matian supaya cepat jadi guru besar,” kata Karomani.
Selain itu, lanjutnya, dia membuat Tim Percepatan Guru Besar yang bertugas mengidentifikasi dosen-dosen yang berpotensi menjadi guru besar dari jabatan fungsional lektor kepala, masa kerja, dan mempunyai kredit yang cukup.
“Tim ini juga melakukan pendampingan kepada calon guru besar bagaimana menulis jurnal yang bisa dipublikasi ke jurnal internasional bereputasi,” tuturnya.
Kemudian, pihaknya membuat peraturan rektor untuk memberikan insentif bagi dosen yang mampu menembus jurnal bereputasi dan terindeks Scopus, yaitu untuk Q1 sebesar Rp40 juta, Q2 sebesar Rp30 juta, Q3 sebesar Rp20 juta, dan Q4 sebesar Rp10 juta.
“Kami juga memberi dana penelitian bagi dosen-dosen agar semangat melakukan penelitian, 30% dari PNBP untuk penelitian. Jadi, kalau PNBP kita mencapai Rp135 miliar, saya anggarkan untuk penelitian Rp40 miliar,” urai Karomani.
Semua sistem di Unila juga sudah daring dan terintegrasi mulai dari prodi, jurusan, unit, lembaga, biro, hingga ke universitas.
“Jadi, ada tiga rahasia Unila dalam mempercepat jumlah profesor, yang pertama pemimpinnya harus jembar, membimbing penulisan jurnal, dan memberi insentif bagi dosen,” kata Karomani.
Untuk Unila sendiri, lanjutnya, saat ini sudah ada 85 guru besar dan tahun 2022 ini mengusulkan 40 guru besar. Dari usulan tersebut, sudah 4 guru besar yang turun SK nya dari Kemendikbudristek.
“Saya punya mimpi Unila memiliki lebih dari 100 guru besar. Mudah-mudahan dapat tercapai di tahun ini,” harapnya.
Webinar yang digelar Unila ini mendapat Penghargaan Museum Rekor Dunia-Indonesia (Muri) atas Rekor Webinar dengan Peserta Rektor dan Wakil Rektor Terbanyak.
“Ini adalah rekor ke-8 yang diraih Unila. Ini bentuk apresiasi bahwa apa yang dilakukan dalam proses percepatan guru besar di Unila merupakan langkah konkret yang dilakukan rektor Unila. Diharapkan, melalui webinar ini, banyak masukan yang bisa di-sharing ke perguruan tinggi lain supaya setidaknya meniru Unila dalam upaya percepatan guru besar,” ujar Senior Manager Muri, Awan Rahargo. (CA)