Bank Indonesia
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
BANDARLAMPUNG - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga di level 3,5% dalam pengumuman bulanannya siang ini. Bank sentral masih akan mempertahankan kebijakan suku bunga rendah di tengah langkah The Fed yang makin agresif memperketat kebijakan moneternya.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan, BI perlu mempertahankan kebijakan moneter yang longgar di tengah langkah The Fed yang makin agresif. Selain itu, bank sentral perlu menjaga stabilitas terutama di tengah kemungkinan peningkatan inflasi saat pemulihan ekonomi domestik mulai terjadi.
"Kami memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan pada pertemuan dewan gubernur bulan Desember dan akan memulai kenaikan suku bunga pada tahun 2022," ujar Faisal dalam analisis terbarunya dikutip Kamis (16/12/2021).
Seiring langkah The Fed yang makin agresif, menurut dia, ada tekanan bagi BI untuk semakin hawkish pada tahun depan. Bank sentral akan menghadapi dua tugas utama, yakni mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga stabilitas nilai tukar.
Senada dengan Faisal, Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai BI masih perlu mempertahankan kebijakan suku bunga rendah. Proses pemulihan ekonomi domestik yang kini mulai menghadapi sejumlah gejolak baru masih
"Dalam rangka menjaga stabilitas rupiah dan mendukung agenda pemulihan ekonomi, BI perlu mempertahankan suku bunga acuan di tingkat 3,5% bulan ini," kata Riefky dalam analisis terbarunya dikutip dari Katadata.
Riefky mengatakan, kemunculan varian baru Covid-19 Omicron memberi kekhawatiran baru terhadap prospek pemulihan ekonomi global. Sekalipun sejumlah klaim menunjukkan gejala ringan, varian baru ini lebih mudah menyebar dari varian sebelumnya sehingga dikhawatirkan bisa memicu gelombang penularan baru.
Omicron baru muncul pada pertengahan bulan lalu. Oleh karena itu Riefky, melihat varian meski menimbulkan kekhawatiran tetapi masih terlalu dini untuk memprediksi seberapa besar dampak ekonomi yang bisa ditimbulkan. Risiko dan gejala yang ditimbulkan dari varian baru ini juga masih belum pasti sekalipun mayoritas klaim mengatakan bergejala ringan.
Selain itu, ia menilai BI perlu memantau gejolak lainnya yang datang dari rencana pengetatan moneter sejumlah bank sentral dunia. Pasar terutama memantau sikap The Fed yang makin hawkish. Langkah ini akan berpengaruh terhadap aliran modal asing dan stabilitas nilai tukar rupiah.
"Tingkat ketidakpastian yang tinggi baru-baru ini telah mendorong investor global menjadi lebih menghindari risiko yang kemudian membatasi arus masuk modal ke negara-negara berkembang," kata Riefky.
The Fed telah mengumumkan akan mempercepat tapering off atau pengurangan pembelian asetnya mulai bulan depan. The Fed mulai mengurangi pembelian asetnya senilai US$ 15 miliar sejak bulan lalu. Dengan rencana percepatan tapering ini, maka pengurangan aset digandakan menjadi US$ 30 miliar.
Jika tidak ada perubahan, The Fed diperkirakan mengakhiri pembelian asetnya pada Maret 2022, atau tiga bulan lebih cepat dari rencana awal pada Juni 2022. Setelah itu, bank sentral akan mulai menaikkan suku bunga yang dipertahankan ?tabil 0%-0,25% pada pekan ini.
Proyeksi yang dirilis Rabu (15/12/2021) juga menunjukkan bahwa pejabat The Fed melihat sebanyak tiga kenaikan suku bunga terjadi pada 2022, dengan dua di tahun berikutnya dan dua lagi pada 2024.
“Perkembangan ekonomi dan perubahan prospek menjamin evolusi kebijakan moneter ini, akan terus memberikan dukungan yang tepat untuk ekonomi,” kata Gubernur The Fed Jerome Powell pada konferensi pers pasca-pertemuannya pada Rabu (15/12/2021), seperti dikutip dari CNBC Internasional.(*)