Percepat Proyek Strategis Nasional, KPPIP Kembangkan Alternatif Pembiayaan
Eva Pardiana - Rabu, 15 Desember 2021 23:59JAKARTA – Pemerintah melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) terus mengembangkan berbagai skema pembiayaan alternatif untuk mempercepat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) agar tidak membebani APBN.
"Terkait keuangan, kami (kementerian yang terlibat dalam KPPIP) sama-sama mencari sumber-sumber pembiayaan yang baru. Tidak hanya tergantung pada APBN atau SBSN, tapi kami dorong skema pembiayaan KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha)," ujar Ketua Tim Pelaksana KPPIP Wahyu Utomo dalam agenda Media Gathering yang digelar virtual dari Jakarta, Rabu (15/12/2021).
"Namun skema KPBU ini juga membutuhkan waktu untuk menilai risiko-risiko yang akan muncul. Kita harus mengatur mana yang menjadi tanggung jawab swasta, mana yang jadi tanggung jawab pemerintah. Hal itu membutuhkan waktu dan kecermatan," imbuhnya.
- KPPIP Rampungkan 32 Proyek Strategis Nasional Senilai Rp158,8 Triliun Selama Pandemi
- Subholding Gas Pertamina Maksimalkan Potensi Pemanfaatan Gas Bumi di Masa Transisi Energi
- Ulama Jaga Keharmonisan di Tengah Kemajemukan Masyarakat
Alternatif sumber pembiayaan lainnya yang ditempuh KPPIP yaitu dengan memanfaatkan infrastruktur yang telah ada. Infrastruktur tersebut dikerjasamakan dengan pihak swasta. Pemerintah akan memberikan kewenangan terbatas kepada pihak swasta untuk mengelola aset tersebut tanpa harus menjualnya.
"Swasta hanya diberikan kewenangan mengelola dengan Service Level Agreement (SLA) tertentu tapi bisa memberikan availability payment yang dapat digunakan untuk pembiayaan infrastruktur yang lain," katanya.
Di samping itu, KPPIP tetap mengembangkan creative financing lainnya yaitu melalui Land Value Capture (LVC) yang sedang dikembangkan. "Jadi banyak sekali pontensi pembiayaan yang akan kita kembangkan untuk meningkatkan kemampuan swasta dan juga menekan penggunaan APBN," ungkapnya.
Asisten Deputi Kerja Sama Investasi Pemerintah dan Badan Usaha pada Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Hari Kusmardianto menambahkan pihaknya bersama KPPIP berkomitmen untuk menyelesaikan semua hambatan yang terjadi di lapangan dalam proses pembangunan PSN.
"Pascapandemi, kami berupaya bagaimana PSN dapat terus berjalan dengan segala hambatan yang ada. Terutama hambatan pembiayaan, sebab alokasi budget infrastruktur kalau kita lihat, terus meningkat. Sejak 2016 hingga 2021 yaitu dari Rp281 triliun menjadi Rp417 triliun," katanya.
Hari memaparkan untuk PSN sektor transportasi, progres pembangunan proyek HSR (high speed railway) sudah mencapai 80 persen dan ditargetkan beroperasi pada akhir 2022. Sedangkan untuk LRT (light rail transit) baru akan beroperasi pada Agustus 2022 mendatang.
- DJP: Penerimaan Pajak Capai Rp1.082 Triliun
- Resmi Diakusisi, MedcoEnergi Siap Sambut Karyawan Berkualitas Dari ConocoPhillips
- Digelar Secara Hybird, Beragam Promo Diskon Tiket Pesawat Garuda Indonesia di GATF 2021
"Sementara untuk jalan tol, masih terkendala pembebasan lahan. Kami akan berupaya mengejar ketertinggalan akibat dampak pandemi maupun pendanaan. Pemerintah tidak akan kendor untuk terus memacu target PSN yang telah ditetapkan," tandasnya.
Pada kesempatan itu, Direktur Bina Pengadaan dan Pencadangan Tanah Kementerian ATR/BPN Nurhadi Putra memaparkan peran ATR/BPN dalam pembangunan PSN.
"Dalam pembangunan infrastruktur, pertama yang harus tersedia adalah lahan. Kalau lahan tidak ada, tidak bisa dibangun. Kami tentunya menjadi titik awal pelaksanaan PSN untuk menyediakan lahan bagi pembangunan PSN dan semua proyek pemerintah," katanya.
Dalam pengadaan tanah tersebut, lanjut Hari, terdapat beberapa tahapan. Pertama instansi akan menyiapkan dokumen perencanaan, analisis dampak lingkungan (Amdal), dan dokumen lainnya. Lalu dokumen tersebut akan dimasukan ke tahap persiapan dan diajukan permohonan penetapan lokasi (Penlok) ke gubernur atau kepala daerah. "Di tahap inilah terjadi dialog antara pemerintah dengan masyarakat pemilik tanah. Jika masyarakat setuju dilanjutkan dengan penlok," ungkapnya.
Tahap berikutnya adalah pengadaan tanah, ATR/BPN akan melakukan pendataan tanah yang akan dibebaskan sesuai kondisi di lapangan agar dapat dihitung berapa ganti rugi yang layak. "Proses ini juga melibatkan banyak pihak yang akan membantu menginventarisir nilai tanah tersebut. Setelah diperoleh tanahnya barulah dimulai pembangunan infrastruktur," tandas Hari. (*)