PTPN VII
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
PESAWARAN - Sebanyak 64 pekerja penyadap PTPN VII Afdeling 2 Tanjung Kemala Unit Way Berulu mendapat bantuan paket sembako dari Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara VII (SPPN VII), Rabu (20/9/2023).
Bantuan diserahkan Ketua Umum SPPN VII Sasmika DS bersama Manajer PTPN VII Unit Way Berulu Ruslan Ali pada pertemuan sederhana di halaman Kantor Afdeling 2.
Sejumlah pengurus SPPN VII hadir pada acara itu. Antara lain, Kordinator Wilayah I Rayu Wiriasari, Ketua SPPN VII Cabang Way Berulu Suprapto, Ketua SPPN VII Cabang Way Lima, dan para karyawan pimpinan. Sementara itu, seluruh pekerja sadap Afdeling 2 yang saat ini dipekerjakan di Afdeling 3 dan Afdeling 1 hadir lengkap.
Dalam sambutannya, Ketua Umum SPPN VII Sasmika Dwi Suryanto menyatakan prihatin dengan kondisi terkini para penyadap Afdeling Tanjung Kemala yang terpaksa tak bisa menyadap di hancaknya. Akibat dari kondisi itu, mereka kehilangan pekerjaan yang berimbas kepada pendapatannya.
“Para pekerja penyadap Afdeling 2 atau sering disebut Afdeling Tanjung Kemala ini terdampak dari adanya oknum yang mengklaim kepemilikan lahan milik PTPN VII. Terpaksa mereka nggak bisa kerja karena lahannya diportal dan mereka mengancam pekerja. Akibatnya, mereka kehilangan pendapatan,” kata Sasmika.
Ketua Umum yang juga Manajer PTPN VII Unit Way Lima ini menambahkan, sebagai organisasi pekerja, SPPN VII ikut bertanggung jawab secara moral terhadap nasib para penyadap. Salah satu langkah konkretnya, kata dia, adalah memberikan tali asih kepada pekerja yang terdampak.
“Atas nama Pengurus Pusat, saya menyampaikan apresiasinya kepada SPPN VII Cabang Way Berulu yang menginisiasi pemberian bantuan ini. Memang nilai tidak seberapa, tetapi datang dari niat hati yang tulus sebagai bagian dari keluarga. Ada istilah, satu tersakiti, kita semua terluka. Itu bentuk empati yang kami rasakan,” kata dia.
Tentang perkembangana terakhir konflik yang terjadi terhadap lahan seluas 329 hektare di Tanjung Kemala, Sasmika mengatakan sedang berproses. Sebagai organisasimitra manajemen, pihaknya mendukung langkah PTPN VII yang menempuh jalur hukum. Sebab, langkah itu merupakan opsi terbaik untuk mendapatkan kepastian status yang legal.
“Upaya penyelesaian terus dilakukan oleh manajemen dengan berbagai strategi dan opsi. Terakhir, manajemen menempuh jalur hukum. Langkah itu sangat kami dukung. Kita berharap ini menjadi babak akhir pertikaian yang membuat saudara kami para pekerja terdampak ini. Mohon doanya teman-teman semua,” kata dia.
Sementara itu, Manajer PTPN VII Unit Way Berulu Rusman Ali Yusuf menyampaikan informasi terbaru konflik lahan seluas 329 hektare tersebut. Ia mengatakan, pihaknya terus melakukan upaya mempercepat penyelesaian konflik dengan mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
"Manajemen PTPN VII membuka diri untuk menyelesaikan secara kekeluargaan, persuasif, dan damai. Tetapi tampaknya mereka masih keukeh kepada pendapatnya yang dasar dan alas legalnya tidak terang. Sementara, PTPN VII sebagai perusahaan yang sudah berdiri sejak lama, tentu berbagai dokumentasi bukti kepemilikan sangat terang-benderang," kata dia.
Meskipun demikian, tambah Rusman, pihaknya tetap sabar agar tidak terjadi benturan. Sebab, apapun alasannya, konflik fisik akan merugikan semua pihak.
“Kami sangat apresiasi kepada SPPN VII yang hadir membantu. Bukan hanya sembakonya yang bermanfaat, tetapi juga dukungan moral kepada saudara-saudara kita yang sedang diuji dengan insiden ini,” kata dia.
Lebih jauh Ruslam menambahkan, secara keseluruhan pekerja sadap di Afdeling 2 Tanjung Kemala ini ada 95 orang. Sejak terjadinya masalah yang membuat pekerja tidak bisa menyadap.
Menurut Ruslan, dalam memberi solusi atas ketiadaan lahan yang bisa dikerjakan oleh para pekerja Afdeling 2, pihaknya mengundang semua pekerja di Unit Way Berulu untuk bermusyawarah. Terakhir, disimpulkan bahwa pekerja Afdeling 2 sembari menunggu masalah selesai dipekerjakan ke Afdeling 1 dan Afdeling 3, kata dia.
Tentang dampak dari konflik ini, Hermansyah (39), karyawan borong Afdeling 2 yang diduduki oknum sangat terpukul. Bapak tiga anak yang sebelum konflik mendapat peringkat kedua produktivitas terbaik dengan penghasilan mendekati Rp5 juta per bulan itu kehilangan pendapatan. Ia mengaku hampir dua bulan tidak bisa kerja karena ancaknya (lahan sadapannya) disegel oknum.
“Sebelum diportal, saya juara dua produksi. Gaji saya hampir lima juta sebulan. Sekarang, boro-boro sejuta, lima ratus ribu saja sudah bagus karena terpaksa berbagi ancak di Afdeling 1. Awal konflik, saya hampir dua bulan nganggur. Otomatis tidak ada penghasilan,” kata penyadap borong ini.(*).