BBM
Penulis:Eva Pardiana
Editor:Eva Pardiana
BANDAR LAMPUNG – Pengamat Ekonomi Universitas Lampung Usep Syaifudin menilai rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi merupakan tindakan yang tidak tepat di masa pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 saat ini.
Pasalnya, masyarakat kelas menengah ke bawah saat ini masih sangat sulit dalam memperoleh penghasilan, sehingga kenaikan BBM tersebut dinilai memicu gejolak di masyarakat.
"Memang kebijakan yang berisiko, akan menambah beban masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah," kata akademi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila itu saat dimintai keterangan, Rabu, 31 Agustus 2022.
Ia melanjutkan, BBM merupakan komoditas yang mempunyai dampak ganda, sehingga jika harga BBM naik maka harga bahan pokok lain akan ikut naik.
"Kalau harga BBM naik akan banyak harga-harga komoditas lain yang akan naik, sehingga akan memicu inflasi. Dampak utamanya daya beli masyarakat akan turun," ujarnya.
Pemerintah menaikan harga BBM subsidi dengan dalih beban APBN yang sudah terlalu berat. "Tapi apakah menaikkan harga BBM subsidi itu memang sudah solusi yang tepat, tidak ada jalan alternatif lain? Di tengah belum pulihnya ekonomi masyarakat khususnya kelas berpenghasilan rendah akibat dampak pandemi Covid-19 selama 2 tahun lebih," paparnya.
Meski pun ada kompensasi untuk masyarakat berupa bantuan langsung tunai, Usep melihat cara itu tidak benar-benar membantu masyarakat secara luas.
"Ini sebetulnya ada kesan yang bahasanya sebetulnya pencitraan. BBM subsidi dinaikin, beban rakyat dinaikin, lalu dikasih bantuan langsung tunai untuk masyarakat berpenghasilan rendah," ungkapnya.
"Ini kan cuman mindahin cost aja, subsidi BBM dipindahin ke bantuan langsung tunai. Kalau mau mindahin cost aja ya buat apa, karena beban APBN ini kan gak berkurang. Hanya memindahkan cost saja, sementara menjadi pemicu kegaduhan di masyarakat," imbuhnya.
Selain itu, Usep juga menyebut kenaikan harga BBM subsidi merupakan dampak tidak tepatnya sasaran pengguna BBM subsidi tersebut.
"Contohnya mobil LCGC (Low Cost Green Car), mobil murah itu kan negara enggak dapat apa-apa, dari pajak juga kecil yang masuk. Dulu konsepnya LCGC itu tidak boleh mengkonsumsi BBM subsidi, tapi kenyataannya tidak dilaksanakan akhirnya populasi LCGC meningkat dan mengkonsumsi BBM subsidi sehingga beban APBN tambah berat," tuturnya .
Pemerintah dikabarkan akan menaikkan harga BBM khususnya jenis penugasan yakni Pertalite dan Solar Subsidi yang akan diberlakukan 1 September 2022 ini besok. Namun hingga saat ini pemerintah belum mengumumkan kenaikan tersebut. (IQB)