Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
BANDAR LAMPUNG - Dunia pada saat ini tengah dihadapkan dengan ketidakpastian global akibat naiknya harga energi dan pangan. Kondisi ini pun memicu tingginya laju inflasi. Ekonomi dunia diperkirakan mengalami resesi pada 2023.
Akan tetapi, kondisi perekonomian Indonesia hingga 2022 masih tumbuh. Hal itu tercermin dari ekspor yang kuat dan investasi mulai pulih seiring investor asing masuk ke Indonesia.
Investment Specialist Rita Effendy menuturkan, kondisi perekonomian Indonesia hingga 2022 masih tumbuh masih tumbuh cukup baik dan memiliki kemampuan untuk pulih. Hal itu di dukung oleh konsumsi yang masih bagus, ekspor masih sangat kuat, investasi sudah mulai pulih.
"Perekonomian indonesia itu masih tumbuh pada saat ini dan masih cukup baik memiliki kemampuan untuk pulih karena kita didukung ekspor yang sangat kuat dan investasi-investasi pelan-pelan pulih seperti adanya investor asing yang sedang masuk,” kata Rita dikutip Senin, 3 Oktober 2022.
Selain itu, menurut survei Bloomberg, Indonesia memiliki probabilitas rendah untuk memasuki resesi.
"Menurut survei Bloomberg menyatakan Indonesia memiliki probabilitas rendah memasuki resesi,” ujar Rita.
Sementara itu, terjadinya perang Rusia dan Ukraina membuat harga komoditas menjadi tinggi.
Perang Rusia Ukraina menyebabkan adanya pembatasan akses gas, minyak, dan komoditas, sehingga terjadi kenaikan harga energi, komoditas, hingga pangan,” kata dia.
Untuk itu, Rita pun menjelaskan terkait sektor yang menarik untuk dicermati, yakni sektor perbankan, komoditas energi dan energi baru terbarukan (EBT).
"Ada investor asing yang masuk, ini sektor yang menarik banking ini, karena Indonesia satu diuntungkan komoditas maka inflow asing mulai masuk, pastinya mereka masuk ke marketcap yaitu banking sektor salah satunya BCA. Meski terkoreksi, pulihnya lebih cepat. Selain itu BRI cukup menarik, BMRI dan BBNI,” kata Rita.
Rita menegaskan, Indonesia dianggap lebih diuntungkan dengan kenaikan komoditi maka inflow asing mulai masuk.
Dia menambahkan, komoditas energi, pasokan gas tampaknya akan menjadi senjata Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memaksa Eropa bertekuk lutut.
"Maka oil, gas dan batu bara masih berpotensi tinggi dimana Eropa juga akan masuk musim dingin dan kebutuhan akan energi itu akan lebih tinggi,” kata Rita.
Ketika ada koreksi, menurut Rita bisa akumulasi beberapa sahamnya antara lain MEDC, ELSA.
"Selain itu yang menarik ada saham PGAS, ELSA, itu beberapa yang menarik untuk di sektor gas atau energi. Energi kadang ngikut ke saham induknya, tapi kalau dianya lagi stabil energi cukup enak untuk investasi atau trading,” imbuhnya. (*)