Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
BANDARLAMPUNG - Keberadaan buku bajakan masih kerap dijumpai di pasaran. Tidak hanya dijual di toko buku ataupun lapak, jual beli buku bajakan telah merambah marketplace atau lokapasar.
Umumnya buku bajakan tersebut dapat diketahui dari cirinya yaitu kualitas kertas dan jilidnya yang lebih rendah serta harga jualnya yang murah jauh di bawah buku aslinya. Fenomena buku bajakan sangat memukul industri perbukuan. Lalu bagaimana sebenarnya aturan terkait peredaran buku bajakan tersebut?
Buku merupakan sebuah karya yang dilindungi hak ipta sebagaimana diatur melalui Pasal 40 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Disitu disebutkan bahwa Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.
Hak cipta akan timbul secara otomatis kepada pencipta berdasarkan prinsip deklaratif. Perlindungan terhadap ciptaan tersebut akan melekat kepada pencipta atau penulis karya buku tersebut sepanjang dirinya hidup ditambah 70 tahun apabila yang bersangkutan telah meninggal. Hal itu tertuang dalam Pasal 58 Ayat (1) UU Hak Cipta.
Atas Hak Cipta yang melekat tersebut, penulis memiliki beberapa hak eksklusif terkait buku yang ditulisnya tersebut salah satunya ialah hak ekonomi sebagaimana diatur Pasal 8 UU Hak Cipta. Kemudian berdasarkan Pasal 9 Ayat (1) UU Hak Cipta, pemegang hak memiliki hak ekonomi untuk melakukan hal sebagai berikut:
Setelah mengetahui soal Hak Cipta beserta Hak Ekonomi yang melekat pada penulis buku, hal yang perlu diketahui selanjutnya yaitu mengenai aturan terkait pembajakan buku. Berdasarkan Pasal 9 Ayat (2) disebutkan jika Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi (mempergunakan buku untuk dijual kembali ataupun hal lainnya) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Kemudian dalam Pasal 9 Ayat (3) juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan penggandaan untuk hal-hal yang memiliki nilai ekonomi atau keperluan komersial apabila tidak mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Oknum yang melakukan hal tersebut berdasarkan Pasal 1 angka 23 dikualifikasikan sebagai pembajakan. Disitu disebutkan jika Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Sanksi terkait Pembajakan
Sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 113 Ayat (3) yaitu pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak (1) (21 (3) Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) apabila diketahui suatu orang telah melakukan pelanggaran terhadap hak ekonomi pencipta.
Kemudian berdasarkan Pasal 113 Ayat (4) sanksi yang diancamkan yaitu pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) apabila suatu orang diketahui telah melakukan pembajakan terhadap suatu karya untuk kepentingan komersial.
Penggandaan untuk Keperluan Pribadi
Berbeda dengan kepentingan komersial, penggandaan buku untuk kepentingan pribadi masih diperbolehkan dengan syarat diatur melalui Pasal 46 Ayat (1) UU Hak Cipta. Disitu disebutkan jika penggandaan boleh dilakukan tanpa izin pemilik Hak Cipta asal untuk kepentingan pribadi dan hanya dibuat satu salinan saja.
Kemudian dalam Ayat (2) poin b juga diatur mengenai syarat lainnya yaitu Penggandaan untuk kepentingan pribadi tidak mencakup seluruh atau bagian yang substansial dari suatu buku atau notasi music.(*)