Harga Gabah Lamsel Tinggi, Pembeli Luar Daerah Tidak Sanggup Menyerap

LAMPUNG SELATAN – Jelang musim panen, pembeli gabah di luar Lampung Selatan (Lamsel) mengaku tidak mampu lagi membeli gabah kering panen (GKP) dari petani di daerah tersebut karena harga jualnya yang terlalu tinggi.

Harga rata-rata GKP petani di kawasan tersebut kini mencapai Rp5.800 per kg dan harga di tingkat pabrik sebesar Rp6.100 per kg. Harga tersebut juga sama dengan harga di pabrik luar daerah.

Salah seorang pemasok gabah di Lamsel, Rayon Timur, mengungkapkan dampak tingginya harga menyebabkan pembeli dari luar daerah memilih mundur karena harga beli tidak lagi masuk dengan harga jual beras di pasaran sebesar Rp10.700 per kg.

Pemasok di Lampung lebih memilih memasok ke pabrik penggilingan setempat karena harganya sama dengan pabrik di luar daerah dan ongkos kirimnya lebih murah.

Ia memaparkan, ongkos kirim ke Serang, Banten saat ini mencapai Rp3 juta per mobil. Sedangkan biaya kirim ke Metro, Lampung hanya Rp1,3 juta per mobil. Hal itu menyebabkan gabah dari Lamsel lebih banyak dibeli oleh pemasok lokal.

• Walikota Eva Dwiana Melantik Iwan Gunawan Menjadi Sekda Bandarlampung
• Turnamen Olahraga Voli Walikota Cup ke-3 Resmi Dibuka
• PTPN VII Pelepasan 37 Calon Jemaah Haji

"Tidak hanya satu-dua pembeli dari luar daerah yang tidak mampu menyerap, hampir semua mengalami hal yang sama," kata dia saat ditemui Kabar Siger, Senin, 16 Mei 2023.

Lamsel saat ini menjadi incaran pembeli gabah lokal dan luar daerah untuk membeli gabah petani karena menjadi daerah terakhir yang panen pada musim tanam ini.

Selain itu juga ada beberapa wilayah di Lampung dan luar daerah yang mengalami gagal panen. Hasil gabah Lamsel juga disebut sangat baik sehingga disukai pasar. Tidak hanya saat ini, wilayah tersebut sebenarnya sudah sejak lama menjadi daerah pemasok beras ke berbagai daerah, seperti Indramayu, Cirebon,  Subang, Cianjur, Serang, Balaraja hingga Medan.

"Daerah ini sudah lama menjadi zona perang. Meskipun tidak ada perusahaan masuk ke sini, harga sudah tinggi sejak dari dulu," ujar dia.

Akibat harga yang sudah tinggi tersebut, Rayon harus membeli gabah ke daerah lain, termasuk Jawa Barat.

Terkait hal ini, ia berharap pemerintah daerah dapat mengetahui kondisi di lapangan, jangan sampai petani menjadi korban jika harga jatuh saat panen. Dia menduga ada upaya provokasi agar pembeli luar daerah tidak dapat masuk ke Lampung dengan tujuan mengurangi persaingan.

"Meskipun tidak ada perusahaan masuk kesini, harga sudah tinggi sejak dulu," ujar dia.

• Ada Katalis Positif Spin-Off Indihome ke Telkomsel, Saham TLKM Naik
• Jelang Rilis Inflasi AS, Nilai Kurs Rupiah Menguat 10 Poin
• Kisah Mitra AHS: Keluarga Sejahtera Berkat Jual AQUA

Meski demikian, di satu sisi ia mengapresiasi harga yang sedang tinggi karena selama ini harga seringkali ditekan tengkulak akibat kurangnya pilihan akses pasar. Akibatnya keuntungan tidak banyak dinikmati petani.  

Terpisah, pemasok lainnya, H. Bashori menambahkan, dari hasil pengamatannya di lapangan, penggilingan padi di Lampung Tengah, Lampung Timur dan Metro masih beroperasi. Dia mencontohkan salah satu penggilingan di Metro masih menerima setoran hingga 60 mobil per hari.

"Ini masih satu penggilingan ya. Semua penggilingan di Metro masih jalan," kata H Bashori.

Dia menilai, petani harus mendapatkan harga beli yang wajar agar mereka dapat menutupi modal dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Harga GKP Rp5.500-Rp5.800 per kg saat ini dinilai tepat agar mereka ikut menikmati keuntungan.

"Kalau harga di bawah itu, petani tetap menanam tapi mereka mungkin akan terlilit utang karena modal dan kebutuhan hidupnya tidak tercukupi," ujar dia. (*)