ojk
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
JAKARTA - Lembaga jasa keuangan termasuk asuransi secara bertahap mulai menerapkan prinsip keuangan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 51 tahun 2017.
Dalam hal ini, penerapan prinsip keuangan berkelanjutan itu bisa dalam bentuk menempatkan portofolio investasi yang menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
Meskipun tak ada aturan pasti terkait investasi dengan prinsip ESG, beberapa pemain asuransi jiwa pun mulai menerapkan hal tersebut. Sebut saja, Allianz Life yang sudah sekitar 25% investasi ESG dalam portofolionya.
Ni Made Daryanti, Chief Investment Officer Allianz Life Indonesia pun mengungkapkan bahwa per Mei 2022 dana kelolaan Allianz Life Indonesia adalah Rp 36,7 triliun, tidak termasuk DPLK Fund. Itu berarti, portofolio yang menerapkan prinsip ESG sebesar Rp 9,17 triliun.
Made juga menyebutkan bahwa sejak tahun 2015, Allianz telah melakukan pengecualian terhadap beberapa sektor yang tidak sejalan dengan pedoman ESG, seperti sektor industri senjata kontroversial, energi tidak terbarukan, dan human rights.
“Artinya investasi pada instrumen ekuitas dan investasi pendapatan tetap yang terkait dengan sektor-sektor tersebut sudah diinvestasikan,” ujarnya kepada dikutip dari Kontan pada Rabu, 6 Juli 2022.
Sementara itu, Direktur Keuangan BNI Life Eben Eser Nainggolan juga menyebut bahwa pihaknya juga sudah mulai menempatkan portofolio investasinya ke aset yang menerapkan prinsip ESG. Paling banyak ditempatkan di portofolio saham termasuk reksadana index saham dan reksadana ETF saham.
Eben bilang portfolio tersebut memiliki kontribusi sekitar 65% dari total portofolio saham di BNI Life. Adapun, per Juni 2022, total portofolio yang sudah ESG sebesar Rp 970 miliar.
Meskipun demikian, Eben menegaskan bahwa bukan berarti dengan serta-merta asal memilih aset yang menerapkan prinsip ESG. Ia bilang pihaknya tetap memperhatikan fundamental dan manajemen risiko dari perusahaan tersebut.
“Pilihan instrumen investasi berbasis ESG masih relatif sedikit di Indonesia dan kami menyambut baik upaya beberapa emiten untuk IPO Green Bond sebagai alternatif instrumen investasi obligasi berbasis ESG,” ujarnya.
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon pun mengatakan bahwa saat ini investasi industri asuransi jiwa ke instrumen ESG memang masih membutuhkan waktu. Ia pun menambahkan bahwa dengan total investasi asuransi di pasar modal tercatat lebih dari Rp 300 triliun, tidak bisa serta-merta industri ini langsung berpindah ke investasi yang berprinsip ESG.
“Menimbulkan aspek tanggung jawab tersendiri kalau aset senilai besar tiba-tiba berubah konversi ke aset yg lain dalam jangka waktu yang singkat, ini dampaknya besar,” ujarnya.
Budi optimistis semua anggota AAJI sudah aware dengan prinsip ESG ini dan ia percaya mereka bisa langsung menerapkan ketika asetnya ada serta cocok dengan portofolio mereka. (*)