Segmen Ultra Mikro Mulai Pulih, Saham Murah BTPS Layak Dilirik

Yunike Purnama - Selasa, 08 Agustus 2023 08:55
Segmen Ultra Mikro Mulai Pulih, Saham Murah BTPS Layak DilirikValuasi murah dari saham PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) menarik untuk dilirik di tengah potensi profitabilitas yang cukup baik di tengah pemulihan kredit di segmen ultra mikro. (sumber: Ist)

JAKARTA - Valuasi murah dari saham PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) menarik untuk dilirik di tengah potensi profitabilitas yang cukup baik di tengah pemulihan kredit di segmen ultra mikro.

Untuk diketahui, harga saham BTPS telah mengalami kemerosotan yang drastis sejak pandemi dan mencatat penurunan hingga 58% sejak level tertingginya di Rp5.125 per lembar. Pada penutupan perdagangan Senin, 7 Agustus 2023, saham BTPS parkir di angka Rp2.110 per lembar.

Dibayang-bayangi oleh pandemi COVID-19 dan lonjakan inflasi sepanjang 2022, laba bersih BTPS pada semester I-2023 pun mengalami penurunan laba bersih 12,1% secara year-on-year (yoy).

Kendati demikian, Investment Analyst Stockbit Sekuritas Hendriko Gani mengatakan bahwa kinerja BTPS berpotensi untuk pulih ke depannya seiring dengan perbaikan kualitas aset yang akan didorong oleh pemulihan ekonomi segmen ultra mikro serta upaya perseroan untuk meningkatkan tingkat pengembalian (repayment rate).

"Jika dilihat dari segi valuasi, saham BTPS yang saat ini diperdagangkan dengan price to book value (PBV) 1,91x, sudah berada di level terendah sejak perseroan pertama kali initial public offering (IPO). Dibandingkan dengan bank lain yang memiliki tingkat pengembalian atas ekuitas (return on equity/ROE) setara dengan perseroan dan potensi perbaikan kualitas aset ke depan, kami menilai valuasi ini menarik," ujar Hendriko kepada wartawan, Senin, 7 Agustus 2023.

Hendriko mengatakan, dengan area bisnis BTPS di segmen yang berisiko tinggi, perseroan memiliki tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dibandingkan kompetitornya.

Menurutnya, tingkat profitabiltas tersebut terlihat dari net operating margin (NOM), yang biasa disebut net interest margin (NIM) pada bank konvensional, mencapai 7,7%-13,6% selama kurun 2017-2022. Sementara itu, NIM bank konvensional berada di rentang 3,8%-7,9%.

Pada tahun 2022, laba bersih BTPS mencapai Rp1,78 triliun yang menjadi capaian tertinggi sejak perseroan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2017.

Kemudian, dalam tiga tahun terakhir pada rentang 2019-2022, BTPS mencatat rata-rata pertumbuhan penyaluran dana sebesar 6,4%, sedangkan bagi hasil untuk pemilik dana investasi mengalami penurunan 13% sehingga pendapatan setelah distribusi bagi hasil tumbuh 8,5%.

"Selain itu, penurunan biaya operasional yang dilakukan oleh BTPS menciptakan efisiensi yang lebih baik. Hal tersebut terlihat dari cost to income ratio (CIR) yang terus menurun. CIR sendiri dihitung dengan membagi semua biaya operasional di luar cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) dengan total pendapatan," kata Hendriko.

Memasuki 2023, inflasi terus melandai dan tingkat konsumsi berpotensi untuk bertumbuh sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Dengan demikian, pemulihan pada segmen menengah ke bawah, termasuk ultramikro, akan lebih cepat dan dapat menjadi sentimen positif bagi BTPS.

Adapun risiko yang perlu diwaspadai terkait dengan kinerja BTPS adalah kenaikan rasio pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF) yang menyebabkan peningkatan biaya provisi.

Kemudian, tantangan lain yang perlu dihadapi oleh BTPS adalah persaingan dengan perusahaan pembiayaan lain di kategori ultramikro.

"Kami mengesampingkan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) sebagai kompetitor BTPS, mengingat BRIS berfokus pada segmen mikro atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dan bukan ultramikro. Keduanya merupakan segmen yang berbeda," papar Hendriko.

Kemudian, BTPS juga dikatakan Hendriko menghadapi tantangan berupa rencana pemerintah yang hendak memberikan kredit 0% bagi UMKM.

Rencana itu pun dapat mendorong potensi calon nasabah dan nasabah BTPS untuk berpindah ke bank yang menawarkan kredit 0% sehingga menghambat pertumbuhan BTPS.

"Meski demikian, rencana kredit 0% tersebut masih wacana dan belum jelas skemanya," terang Hendriko.(*)

Editor: Redaksi
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS