Perbankan dan Asuransi Mantap Spin Off Unit Syariah pada Akhir 2023
Yunike Purnama - Selasa, 08 Agustus 2023 20:58JAKARTA - Industri perbankan dan asuransi semakin memantapkan langkah untuk melakukan pemisahan (spin off) unit usaha syariah (UUS). Hal ini sesuai dengan aturan OJK yang tertuang dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS) yang mengatur pemisahan (spin off) unit usaha syariah perbankan.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN mengungkapkan langkah spin off UUS perusahaan akan dilakukan dengan mengakuisisi salah satu bank yang sudah ada.
Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu menyatakan langkah ini ditempuh karena permodalan BTN Syariah belum mencukupi untuk menjadikannya entitas mandiri.
Adapun hingga Juni 2023, aset BTN Syariah mencapai Rp46,2 truliun. Sementara, menurut ketentuan dari OJK di atas, bank wajib melakukan spin off untuk UUS dengan nilai aset minimal Rp50 triliun.
Nixon menjelaskan BTN tengah melakukan negosiasi dengan suatu bank untuk proses akuisisi tersebut. Ia memastikan negosiasi ini ditargetkan akan selesai sebelum akhir tahun. Namun, Nixon belum mau membocorkan mengenai proses ini.
- Gerakan One Two Trees, Teladan dari Industri Hulu Migas Wujudkan Lingkungan Berkelanjutan
- Delapan Ribu Siswi Kelas 5 SD di Bandarlampung akan Terima Vaksin HPV
- BSI Hadirkan Layanan Haji dan Umrah Khusus untuk Nasabah Prioritas
- Pembangunan JPO Pemkot Bandarlampung - Masjid Al Furqon Dikebut
Lebih lanjut, Nixon memaparkan, langkah yang akan ditempuh BTN yakni dengan melepas UUS BTN Syariah, kemudian mengakuisisi bank untuk menjadi entitas baru.
Selanjutnya, perseroan berencana untuk mengkonsolidasikannya dengan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. Namun, langkah merger ini tidak serta merta dilakukan melalui skema pengalihan aset.
"Karena kalau pengalihan aset nanti ada banyak sekali yang harus akad ulang sehingga prosesnya sulit," kata dia dalam acara Akad Massal KPR Bank BTN
Rencana Spin Off Asuransi
Serupa dengan perbankan, perusahaan asuransi pun siap melakukan spin off untuk unit usaha syariah.
Allianz Life Indonesia menargetkan proses spin off UUS perusahaan dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2023.
Business Director Allianz Life Indonesia Bianto Surodjo mengatakan proses spin off UUS Allianz Life Indonesia saat ini sedang dalam tahap permohonan persetujuan kepada otoritas terkait, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kami sudah proses untuk izin ke OJK, dan dalam proses approval. Jadi, kami nunggu itu, mudah-mudahan bisa tahun ini kalau semuanya lancar,” ujar Bianto.
Dengan spin off, menurutnya, UUS perseroan akan lebih fokus dalam melayani segmen masyarakat yang berorientasi terhadap asuransi berbasis syariah, sehingga bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat, khususnya nasabah.
“Dengan melakukan spin off, untuk segmen yang syariah bisa lebih terfokus. Lalu juga tingkat kepercayaan nasabah atau calon nasabah yang orientasi syariah lebih besar, karena ada persepsi kalau spin off kan benar benar terpisah,” ujar Bianto.
Dalam upaya mempersiapkan UUS tersebut, pihaknya telah mempersiapkan nama-nama calon yang akan mengisi jajaran direksi maupun komisaris, termasuk telah mempersiapkan infrastruktur dan teknologi untuk unit syariah perseroan tersebut.
Salah satunya, perseroan telah mempersiapkan mantan petinggi PT Bank Muamalat Tbk yaitu Achmad Kusna Permana yang direncanakan nantinya akan mengisi posisi sebagai Chief Executive Officer (CEO) pada unit syariah.
Sampai saat ini, Bianto mengatakan telah terdapat sebanyak 35.000 agen asuransi milik perseroan yang telah memiliki lisensi syariah, dari total seluruh agen perseroan sebanyak 60.000.
“Kami kira-kira agen yang berlisensi syariah sekitar 35 ribu,” ujar Bianto pula.
Regulasi untuk pemisahan asuransi syariah ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor (POJK) 11 Tahun 2023 tentang Pemisahan Unit Syariah Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
Adapun syarat untuk spin off tersebut yakni nilai dana tabarru’ dan dana investasi peserta unit syariah telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai dana asuransi, dana tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya.(*)