DJP Imbau Masyarakat Segera Lapor SPT Lebih Awal
Yunike Purnama - Kamis, 06 Januari 2022 08:34BANDARLAMPUNG – Musim pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) baik wajib pajak orang pribadi maupun badan untuk tahun pajak 2021 telah tiba. Ditjen Pajak (DJP) juga terus meminta agar wajib pajak untuk segera melaporkan SPT lebih awal.
Sesuai ketentuan, batas akhir penyampaian SPT tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Sementara itu, untuk SPT tahunan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak.
"DJP selalu mengajak masyarakat untuk melaporkan SPT Tahunannya segera, tanpa menunggu sampai batas waktu pelaporan," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor dikutip dari keterangan resmi, Kamis (6/1/2022).
Lantas, bagaimana jika wajib pajak terlambat melaporkan SPT Tahunan PPh? Sesuai dengan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), penyampaian SPT yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Maksud pengenaan sanksi administrasi berupa denda adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan. Skema kebijakan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan SPT.
- Mendagri Apresiasi Kinerja Gubernur Lampung Tangani Covid-19 dan Pulihkan Ekonomi
- Achmad Zaky Foundation Danai Startup Hingga Miliaran Rupiah, Simak Cara Daftarnya!
- Cegah Penyakit Menular, Lapas Narkotika Bandarlampung Fogging Blok Hunian
Untuk SPT tahunan PPh orang pribadi, denda dipatok senilai Rp100.000. Untuk SPT tahunan PPh badan dipatok Rp1 juta. Selebihnya, ada SPT masa pajak pertambahan nilai (PPN) dan SPT masa lainnya yang masing-masing memuat denda Rp500.000 dan Rp100.000 jika terlambat disampaikan.
Kendati demikian, sanksi administrasi berupa denda itu tidak akan dikenakan untuk sejumlah kondisi dari wajib pajak. Setidaknya ada 8 wajib pajak yang akan bebas dari denda jika terlambat melaporkan SPT. Berikut perinciannya:
- Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
- Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan ke giatan usaha atau pekerjaan bebas;
- Wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di indonesia;
- Bentuk usaha tetap (BUT) yang tidak melakukan kegiatan lagi di indonesia;
- Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai ketentuan yang berlaku;
- Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
- Wajib pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya di atur dengan peraturan menteri keuangan; atau
- Wajib pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. (*)