BI Beri Sinyal Tak Naikkan Suku Bunga Acuan Tahun Ini

Yunike Purnama - Rabu, 10 Mei 2023 10:58
BI Beri Sinyal Tak Naikkan Suku Bunga Acuan Tahun IniBank Indonesia (BI) meluncurkan buku pedoman pengembangan ekonomi dan keuangan inklusif berbasis kelompok subsisten. (sumber: TrenAsia)

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, bahwa pihaknya belum berencana untuk kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada tahun ini. Sebab, suku bunga acuan 5,75% berada dalam kondisi yang memadai.

BI meyakini bahwa suku bunga kebijakan moneter BI7DRR sebesar 5,75% telah memadai untuk memastikan inflasi inti tetap terkendali pada kisaran 2%-4% di sisa 2023 dan inflasi Indeks Harga konsumen (IHK) akan kembali ke sasaran 2%-4% lebih awal dari perkiraan sebelumnya," ujarnya dalam konferensi pers hasil rapat berkala KSSK II Tahun 2023 di Jakarta, Senin (8/5).

Terakhir kali BI menaikan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Januari 2023 lalu. Pada saat itu BI menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps). Dengan demikian, suku bunga acuan pada awal tahun dibuka pada level 5,75%.

Sejak itu BI mempertahankan tingkat suku bunga pada RDG Februari hingga April 2023 tetap sebesar 5,75%.

Sementara Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) sebesar 25 basis poin (bps) di kisaran 5,00% – 5,25% dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar pada 2-3 Mei 2023.

"Untuk menjaga stablitas Rupiah khususnya dari kenaikan suku bunga Fed Fund Rate dan ketidakpastian pasar keuangan global, BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui tetap berada di pasar untuk memastikan mekanisme pasar dan nilai tukar Rupiah tetap stabil," jelas Perry.

Demikian juga melalui perluasan penerapan Devisa Hasil Ekspor (DHE) melalui Term Deposit Valas DHE sesuai mekanisme pasar dan terus menambah kecukupan cadangan devisa. Menurut Perry, saat ini posisi cadangan devisa lebih dari cukup untuk mengendalikan stabilitas Rupiah.

BI memandang terkendalinya stabilitas Rupiah menjadi sesuatu yang penting untuk mengendalikan inflasi terutama imported inflation. BI yakin Rupiah cenderung stabil dan menguat ke arah nilai fundamental, dengan Fed Fund Rate yang sudah mencapai puncaknya.

"Fundamental Rupiah akan tetap positif, yaitu inflasi rendah, pertumbuhan ekonomi tinggi, tetap menariknya imbal hasil, dan komitmen BI jaga rupiah," ujar Perry.

Sementara di bidang makroprudensial, BI terus lanjutkan kebijakan makroprudensial yang longgar dan akomodatif untuk terus mendorong bank menyalurkan kredit kedunia usaha.

"Untuk itu kebijakan makroprudensial longgar, berupa ratio countercyclical capital buffer sebesar 0%, RIM 84-94%, rasio PLM 6% dan kondisi likuiditas perbankan tetap dijaga lebih dari cukup," kata Perry.

BI juga mengeluarkan insentif kebijakan makroprudensial untuk mendorong kredit bank ke sektor prioritas khususnya yang belum pulih. Selain itu, mendorong kredit ke sektor UMKM, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan kredit pembiayaan hijau.

"Bahkan mulai 1 April besaran total insentif makroprudensial yang dapat diterima bank ditingkatkan paling besar 200 bps jadi paling besar 280 bps," ungkapnya.

Total insentif tersebut terdiri dari insentif ke sektor prioritas paling tinggi 1,5%, insentif KUR dan UMKM paling besar 1% dan insentif makroprudensial untuk kredit dan pembiayaan hijau sebesar 0,3%.

"BI juga relokasi penerima insentif makroprudensial khususnya ke sektor yang belum pulih, yaitu di sektor transportasi, perhotelan serta industri kulit dan alas kaki," pungkas Perry. (*)

Editor: Redaksi
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS