Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
BANDAR LAMPUNG - PTPN VII menggelar Webinar Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) bertempat di Kantor Direksi PTPN VII pada Selasa, 8 November 2022.
Acara dibuka oleh SEVP Operation I Budi Susilo mengatakan, mengutip beberapa kata bijak dari Direktur PTPN VII Ryanto Wisnuardhy mengingatkan seluruh karyawan PTPN VII dan mitra kerjanya untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip integritas dan kejujuran.
Proses bisnis yang dijalankan secara fair dan jujur akan membuat hati tenang dan kinerja perusahaan tumbuh subur secara alamiah.
“Teknologi kejahatan akan selalu selangkah lebih maju dibanding teknologi pengamanan, tetapi ketahuilah bahwa tidak ada kejahatan yang sempurna. Kebohogan itu beranak-pinak. Kebohongan satu akan melahirkan kebohongan baru sampai kebohongan itu terbongkar. Kita bisa membohongi semua orang, tetapi tidak bisa bohong kepada hati nurani sendiri,"paparnya.
Webinar dengan tema “Penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) Mewujudkan Budaya Anti Korupsi di Perusahaan,”dilaksanakan oleh PTPN VII sebagai bukti dan komitmen PTPN VII menerapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang diberlakukan bagi insan PTPN VII juga kepada mitra/vendor PTPN VII.
“Saya menyampaikan pesan pak Direktur untuk memberikan warning kepada tim saya di internal PTPN VII, tetapi juga mengingatkan kepada mitra kerja sebagai rekanan atau vendor untuk tidak menggoda dengan berbagai iming-iming. Kami sudah komitmen dan mengantongi sertifikat ISO 37001/2016 yang menutup berbagai upaya penyuapan. Kita juga bekerja sama secara intensif dengan KPK untuk berbagai upaya pencegahan,”ujarnya.
Forum yang dilaksanakan secara hybrid (offline dan online) ini dihadiri SEVP Operation I PTPN VII Budi Susilo, kepala Bagian, antara lain Kabag SDM Hidayat, Kabag Pertanahan dan TI, Kabag Ops. II Wiyoso, dan Sekretaris Perusahaan Bambang Hartawan.
Pihak PTPN VII juga seluruh rekanan rekanan atau vendor PTPN VII. Selain itu, puluhan karyawan PTPN VII dari departemen terkait juga hadir. Sedangkan para asisten yang bertugas di Unit Kerja di wilayah Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu mengikuti secara virtual.
Sebagai entitas bisnis, PTPN VII tidak bisa lepas dari mitra kerja atau rekanan. Selain karena memang saling membutuhkan, regulasi pemerintah juga sudah mengatur secara mengikat untuk dilakukan kerjasama dengan pihak lain dalam banyak pekerjaan.
Namun demikian, ia meminta kepada rekanan dan juga tim di internal PTPN VII untuk tidak memanfaatkan posisi ini sebagai kesempatan untuk mengambil keuntungan pribadi maupun parapihak secara tidak sah. Sebab, kata dia, jika ada oknum-oknum yang saling mempengaruhi untuk melakukan penyimpangan, maka korbannya adalah semua elemen, baik di internal maupun rekanan.
“Mari kita berbisnis secara fair dengan prinsip-prinsip kejujuran. Banyak sekali cabang ilmu ekonomi yang kita kenal dan pelajari, tetapi ilmu tertinggi dalam bisnis adalah kejujuran,” kata dia.
Pada webinar ini, PTPN VII mengundang Roro Wide Sulistiowati, Kepala Satgas Direktorat Anti Korupsi Badan Usaha KPK untuk memaparkan seluk-beluk pencegahan korupsi. Dengan gamblang Roro mengetengahkan data-data KPK tentang berbagai kasus pidana korupsi yang diungkap lembaga antirasuah itu. Pengalaman 15 tahun berkarir di KPK dengan berbagai jabatan strategis membuat ia demikian lugas menjabarkan setiap tema dan menjawab setiap pertanyaan.
Di bagian awal, Roro mengungkap data tindak pidana yang diungkap KPK dominan dari kasus penyuapan. Sedangkan pelaku terbanyak yang ditangkap KPK adalah pelaku dunia usaha yang berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa.
“Data tindak pidana korupsi yang diungkap PKP dari 2004 sampai semester 1/2022 adalah kasus penyuapan. Jumlahnya ada 828 kasus. Sedangkan pelaku yang terjerat didominasi dari kalangan dunia usaha atau rekanan yang jumlahnya 367 orang. Kebanyakan terjadi pada pekerjaan pengadaan barang dan jasa dengan jumlah 264 kasus,” kata dia.
Roro mengapresiasi PTPN VII sebagai salah satu BUMN anak usaha Holding Perkebunan Nusantara yang telah mengantongi sertifikat ISO 37001/2016 tentang Anti Penyuapan. Namun demikian, sertifikasi itu tidak menjamin dalam proses bisnisnya bisa menjalankan esensi anti penyuapan itu jika tidak dilandasi dengan komitmen dan integritas yang tinggi.
“Saya sangat apresiasi kepada PTPN VII yang sudah mengantongi ISO-37001-2016. Ini pertanda bahwa manajemen sudah sangat serius untuk melakukan pencegahan korupsi yang umumnya diawali dengan tindakan penyuapan.”
Meskipun demikian, Roro menyebut KPK juga memiliki instrumen dalam rangka pencegahan aksi penyuapan itu. Yakni, Panduan Pencegahan Korupsi yang bisa diunduh dan dimanfaatkan secara gratis oleh entitas usaha maupun lembaga lain.
Ia juga menyampaikan beberapa poin revisi undang-undang KPK yang sempat menjadi polemik beberapa tahun lalu. Dalam hal ini, Roro menyebut ada enam tugas dan fungsi (Tusi) KPK sebagai lembaga negara yang diberi tugas eksklusif pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Yakni pencegahan, kordinasi, monitoring, supervisi, penindakan, dan eksekusi. Dalam hal ini, kata Roro, KPK akan sangat terbuka jika parapihak, terutama lembaga negara maupun badan usaha untuk mengkonsultasikan segala masalah yang dikhawatrikan akan berpotensi atau berpeluang terjadi tindak pidana korupsi.
“KPK membuka diri dan itu memang seharusnya dilakukan lembaga atau entitas badan usaha untuk berkonsultasi. Ini adalah mitigasi awal agar kita tidak ada yang tererangkap ke dalam kasus korupsi. Biasanya perusahaan punya bagian mitigasi risiko bisnis, maka akan lebih baik lagi jika ada bagian mitigasi risiko korupsi,” kata dia.
Pada sesi terakhir, moderator memberi kesempatan kepada beberapa peserta untuk bertanya kepada narasumber. Beberapa pertanyaan, baik ringan semisal gratifikasi dari atasan kepada anak buah boleh atau tidak sampai yang serius disampaikan.
Budi Susio, SEVP Ops.I PTPN VII mengajukan pertanyaan tentang hak untuk melaporkan dugaan kasus korupsi atau suap oleh institusi lain, apakah harus atas nama korporasi. Menjawab itu, Roro menyatakan, siapapun yang melaporkan, akan direspons secara proporsional.
“Kalau yang melapor pribadi, biasanya banyak yang tidak berani. Sementara kalau atas nama korporasi, umumnya mereka segan karena menyangkut citra yang berkaitan dengan kepercayaan. Dan beberapa kasus, ada lembaga seperti asosiasi yang melaporkan,” kata dia. (*)