Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
RIAU - Pemerintah dinilai serampangan dalam menyiapkan proyek Rempang Eco City yang belakangan memicu konflik. Hal itu salah satunya terlihat dari penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) proyek yang ternyata belum kelar.
Dokumen penting tersebut bahkan baru disusun mulai 30 September 2023. Hal itu diketahui dalam surat undangan penyusunan Amdal BP Batam tertanggal 27 September 2023 dengan nomor surat B-4392/A2.1/PT.02/09/2023.
Agenda awal yakni konsultasi publik penyusunan Amdal kawasan Rempang Eco City di Kecamatan Galang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Sebelumnya Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengklaim telah ada Amdal mengenai pembangunan Rempang Eco City dan pabrik kaca. Bahlil menyebut proyek tersebut tidak akan merugikan lingkungan sekitar.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Boy Jerry Even mengatakan dokumen Amdal mengenai proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City baru disusun. Ini terbukti dari surat undangan BP Batam untuk penyusunan Amdal pada 27 September 2023. “Bagaimana mungkin menilai dampak lingkungan dan sosial tanpa didahului dokumen Amdal,” ujar Even, Senin 2 Oktober 2023.
Menurut Even, penyusunan Amdal harus melalui proses komunikasi dan konsultasi kepada masyarakat terdampak untuk mendengarkan pendapat dan tanggapan terkait rencana proyek. “Hingga saat ini masyarakat Rempang belum pernah melihat dokumen Amdal yang akan menggusur tempat tinggal mereka,” kata dia.
BP Batam sempat membuka forum konsultasi pada 21 September 2023 di Kampung Pasir Panjang. Namun di forum tersebut, Kepala BP Batam Muhammad Rudi justru dinilai mendesak warga untuk mendaftarkan diri dalam program relokasi.
Hal ini kemudian direspons penolakan oleh warga. Masyarakat kemudian mendesak pemerintah mengkaji kembali rencana proyek Rempang Eco City, terutama dari aspek HAM, sosial dan lingkungan hidup. “Dialog tidak pernah benar-benar dilakukan,” ujarnya.
Kepala Divisi Kampanye Walhi Nasional Puspa Dewy menilai pernyataan yang disampaikan para pejabat mengenai proyek Rempang Eco City justru menambah keresahan warga alih-alih menyelesaikan masalah. “Banyak informasi yang disembunyikan dari warga terkait rencana pembangunan,” ujar Dewy.
Menurut dia, hingga kini warga belum diberi informasi terkait dampak kerusakan lingkungan yang akan terjadi akibat pembangunan. “Pemerintah hanya menyampaikan iming-iming lapangan pekerjaan, tapi tidak jujur menyampaikan berapa banyak mata pencaharian, sejarah, dan hal lain yang akan dihancurkan,” kritiknya.
Garap 10 Proyek
Sebagai informasi, perusahaan China Xinyi Group berinvestasi sebesar US$11,6 atau Rp174 triliun (kurs Rp15.300 per dolar AS) untuk menggarap 10 proyek di Pulau Rempang. Proyek-proyek tersebut di antaranya untuk pembangunan kawasan industri terintegrasi, pembangunan pabrik pemrosesan pasir silika, proyek industri soda abu hingga industri kaca panel surya.
Proyek lainnya yang akan digarap yakni investasi proyek industri kaca float, industri silikon industrial grade, industri polisilikon, industri pemrosesan kristal, industri sel dan modul surya dan industri infrastruktur.
Total lahan Pulau Rempang yang akan dikembangkan dalam proyek investasi jumbo ini luasnya sebesar 8.142 hektare (ha) dari total area seluas 17.600 ha. Dari 8.142 ha yang akan dibangun tersebut mencakup 570 ha sebagai area penggunaan lain (APL).
Adapun 7.572 ha merupakan lahan hutan produksi dikonversi (HPK). Di tahap pertama, pemerintah baru akan menggarap lahan seluas 2.300 ha saja.(*)