PGN
Penulis:Eva Pardiana
Editor:Eva Pardiana
JAKARTA – Subholding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) gas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) alias PGN kembali memenangkan kasus sengketa pajak melawan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Kemenangan ini diproyeksi membuat laba bersih melonjak dan menjadi katalis positif terhadap kinerja saham PGAS.
Dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung (MA), PGN diketahui memenangkan lagi perkara Peninjauan Kembali (PK) terkait sengketa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) penjualan gas bumi ke konsumen dengan Direktorat Jenderal Pajak senilai US$16 juta atau sekitar Rp228,8 miliar (asumsi kurs Rp14.300 per dolar Amerika Serikat).
Putusan PK oleh Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 000518.16/ 2018/ PP/ M.XVIB tahun 2019 tersebut ditetapkan pada 16 September 2021 oleh tiga Hakim Agung yaitu Dr. H, Yodi Matono Wahyunadi, SH., MH., Dr Yosran, SH. MHum dan Dr. Irfan Fachruddin, SH., CN dengan panitera Muhammad Usahawan, SH.
Kemenangan PK untuk PGN ini merupakan yang keempat kalinya, setelah pada Mei 2021 PGN juga telah memenangkan PK atas tiga perkara sengketa pajak PPN penjualan gas bumi ke konsumen senilai Rp698 miliar. Dari tiga perkara pajak tersebut, dua sengketa pajak tahun pajak 2012 dan satu sengketa pajak untuk tahun pajak 2013.
“Keputusan MA ini tentunya akan berdampak positif terhadap kinerja keuangan PGN. Paling tidak dari empat perkara yang telah dimenangkan PK-nya oleh MA, PGN bisa menarik dana pencadangan sebagai pendapatan lain-lain. Sehingga laba bersihnya tahun ini akan semakin positif,” ujar Fendi Susiyanto, Founder & CEO Finvesol Consulting Indonesia kepada TrenAsia.com, jaringan Kabarsiger.com, Selasa, 21 September 2021.
Sengketa pajak yang yang telah diputuskan oleh MA ini merupakan bagian dari 24 perkara sengketa pajak PPN yang melibatkan PGN dan Dirjen Pajak. Dengan keputusan PK atas empat perkara pajak ini, maka PGN akan dapat menarik kembali dana pajak senilai Rp926,8 miliar yang sudah dicadangkan tahun lalu sebagai pendapatan lain-lain di tahun ini.
Perkara pajak PPN yang melibatkan PGN dan Dirjen Pajak ini menjadi salah satu faktor yang menjadikan bisnis perseroan tertekan. Dalam laporan keuangan konsolidasi PGAS tahun 2020, PGN telah melakukan provisi sengketa pajak sebesar US$294,3 juta. Provisi tersebut meliputi beban atas 24 sengketa pajak PPN sebesar Rp4,15 triliun (setara dengan US$278,4 juta) dan US$15,9 juta sebagai kerugian selisih kurs.
Saat ini PGN masih menantikan keputusan MA terkait dua perkara sejenis, untuk tahun pajak 2012 dan 2013. “Dengan tambahan pendapatan lain-lain itu, di luar bisnis organik PGN di tahun 2021 yang diproyeksikan tumbuh positif, secara fundamental PGN akan semakin solid. Dampaknya, juga akan positif terhadap harga saham PGN di pasar,” jelasnya.
Keputusan PK dari MA yang memenangkan PGN dalam empat perkara sengketa pajak tersebut juga diharapkan dapat menjadi pendorong bagi terwujudnya kepastian hukum pajak. Pasalnya, 24 perkara sengketa pajak PPN antara PGN dan Dirjen Pajak tersebut, sejatinya terjadi pada obyek yang sama.
“Mestinya tiga putusan MA yang memenangkan PGN itu dijadikan novum untuk memasukkan PK atas 18 perkara lainnya. Menjadi aneh jika obyek pajaknya sama tapi keputusan hukum pajaknya berbeda. Apalagi PGN juga selalu menang di pengadilan khusus pajak, di mana kasus ini awalnya dipersidangkan,” ujar Fendi.
Pada tiga bulan pertama 2021 PGN membukukan laba bersih sebesar US$61,57 juta atau setara dengan Rp870 miliar (kurs Rp14.147 per dolar AS), naik 29% dari periode yang sama tahun lalu US$47,77 juta. Kenaikan laba bersih ini didorong oleh pendapatan yang mencapai US$733,15 juta setara dengan Rp10,37 triliun.
Dari pendapatan tersebut, PGN mencatat laba operasi sebesar US$95,90 juta dan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) sebesar US$191,24 juta.
“Jika perkara sengketa pajak bisa tuntas tahun ini dan PGN menjadi pemenang seperti empat perkara terakhir, laba bersih PGN bisa semakin besar di akhir tahun. Dan pemerintah yang akan untung. Selain nilai saham PGN yang akan kembali meningkat, dengan laba bersih yang besar, sebagai pemegang saham mayoritas pemerintah lewat Pertamina bisa menarik dividen lebih besar di 2022,” imbuhnya.
Pada perdagangan Senin, 20 September 2021, saham PGAS ditutup turun 2,28% sebesar 25 poin ke level Rp1.070 per lembar. Kapitalisasi pasar saham PGAS mencapai Rp25,98 triliun dengan rentang harga setahun terakhir Rp900-Rp1.895 per lembar dan imbal hasil 5,94%. (TA)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Sukirno pada 21 Sep 2021