Pengamat UGM: Pemerintah Harus Perbaharui Regulasi Tarif Layanan Ojol

2022-08-03T11:15:57.000Z

Penulis:Eva Pardiana

Editor:Eva Pardiana

IMG_20220803_111202.jpg
Arif Novianto, pengamat kebijakan publik dan peneliti muda Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

YOGYAKARTA – Pemerintah harus segera memperbaharui regulasi terkait layanan ojek online (ojol) yang semakin berkembang di Indonesia. Pasalnya, regulasi yang saat ini berlaku sangat memungkinkan bagi perusahaan aplikator untuk berkompetisi dengan menggunakan tarif paling rendah. Sehingga cenderung merugikan mitra pengemudi dan kerap memicu gelombang aksi.

Arif Novianto, pengamat kebijakan publik dan peneliti muda Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menjelaskan regulasi terkait tarif layanan transportasi online di Indonesia ada dua, yang pertama mengatur tarif layanan antar penumpang seperti GoRide dan GrabBike, yakni Permenhub No. 19 tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.

"Dalam Permenhub tersebut telah diatur tarif batas atas, tarif batas bawah, serta tarif dasar layanan antar penumpang yang dibagi menjadi tiga zona," ujar Arif kepada Kabar Siger, Selasa 2 Agustus 2022.

Kedua, regulasi yang mengatur tarif layanan pesan antar makanan dan barang seperti GrabFood, GoFood, GoSend, dan MaximFood, diatur dalam Permen Kominfo No 1 Tahun 2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial. Dimana dalam regulasi tersebut, tidak diatur tarif batas atas, batas bawah, dan tarif dasar sebagaimana yang diatur oleh regulasi layanan antar penumpang. 

Kominfo menyerahkan penetapan tarif layanan ini pada mekanisme pasar, artinya tarif dapat ditentukan sesuai keinginan masing-masing perusahaan. Aturan ini memberikan celah hukum, yang memungkinkan perusahaan berlomba menurunkan tarif.

"Misalnya di Yogyakarta, Maxim menetapkan tarif paling murah, mereka hanya mematok per kilometernya Rp1.000 atau per 4 kilometer hanya Rp4.000, itu pun tidak apa-apa, dalam konteks hukum ini tidak melanggar aturan, yang bermasalah justru regulasinya. Permen Kominfo itu diterbitkan tahun 2012, artinya sudah usang, sudah tidak mampu dijadikan alat untuk menegakkan kondisi kerja yang adil dan layak bagi proses bisnis layanan pesan antar makanan," tandas Arif.

Arif menegaskan sudah saatnya Permen Kominfo yang mengatur layanan transportasi online diperbaharui dengan memperhitungkan komponen hidup layak pengemudi, sarana produksi yang digunakan pengemudi seperti bahan bakar, penyusutan kualitas kendaraan, dan faktor-faktor lainnnya.

"Dengan tarif yang diserahkan pada mekanisme pasar dan pola kemitraan yang tidak ideal, akhirnya persaingan antar perusahaan aplikator bukan pada bagaimana mensejahterakan mitra pengemudi tapi justru berlomba menurunkan kesejahteraan mitra demi memenangkan persaingan bisnis. Ini tentu merugikan mitra dan berdampak pada layanan yang kurang optimal," ungkapnya.

Lemahnya regulasi tersebut, lanjut Arif, juga menjadi celah bagi pemain baru untuk masuk dan bersaing dengan tarif yang jauh lebih murah dari pemain lama. Maraknya aplikator sejenis yang beroperasi ini makin menurunkan harga pasar dan makin menjauhkan mitra pengemudi dari kata sejahtera.

10 Poin Kerja Layak

Arif menambahkan, agar kehadiran platform penyedia layanan transportasi online ini memberikan dampak positif bagi kesejahteraan mitra, setidaknya ada sepuluh poin kerja layak yang harus terpenuhi, yaitu peluang mendapat pekerjaan, komponen hidup layak, jam kerja 40 jam per minggu, hak untuk libur, tidak ada kerja paksa dan pekerja anak, jaminan untuk tidak diberhentikan sewaktu-waktu, tidak ada diskriminasi, lingkungan kerja yang aman dan sehat dari kecelakaan kerja, jaminan kesehatan dan keselamatan, serta dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

Berdasarkan riset berjudul 'Menyoal Kerja Layak dan Adil dalam Ekonomi GIG di Indonesia yang diterbitkan IGPA Press Magister Administrasi Publik, DMKP Fisipol UGM tahun 2021dari sepuluh indikator penilaian kerja layak bagi pengemudi ojek online (Gojek, Grab, dan Maxim) hanya dua indikator yang terpenuhi yakni tidak ada kerja paksa dan pekerja anak, serta tidak ada diskriminasi. (EP)