Peneliti UGM: Flu Burung Tidak Menular Antar Manusia, Ini Alasannya

2021-11-06T17:27:10.000Z

Penulis:Eva Pardiana

Editor:Eva Pardiana

sick-man-sweater-scarf-holding-cup-tea-while-having-cough.jpg
Ilustrasi flu

YOGYAKARTA – Otoritas kesehatan China melaporkan ada 21 kasus Avian Influenza (AI) atau flu burung pada manusia. Dilaporkan 6 orang meninggal dunia dan beberapa orang lainnya masih kritis.

Beberapa ahli di sana menduga penularan ini dipicu oleh kemunculan varian baru virus flu burung dengan tipe H5N6. Ancaman soal kemungkinan virus flu burung menjadi sumber wabah baru layaknya seperti Covid-19 menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D., sangat kecil peluangnya.

Sebab, kata Prof. drh. R. Wasito, M.Sc., Ph.D., virus flu burung tidak dapat ditularkan langsung dari unggas ke manusia, namun harus melalui  hewan perantara. Selain itu, virus ini tidak dapat ditularkan dari manusia ke manusia.

“Avian Influenza (flu burung) tidak dapat ditularkan langsung dari unggas ke manusia. Harus ada hewan perantara, terutama babi. Virus ini juga tidak dapat ditularkan dari manusia ke manusia,” kata Wasito menanggapi merebaknya kasus flu burung di China, Jumat, 5 November 2021.

Dengan tingkat kemampuan penularan antar manusia tersebut, menurutnya penyakit flu burung tidak memiliki ancaman serius. Namun demikian, tingkat virulensi virus ini pada hewan unggas berbeda-beda tergantung dengan tingkat variannya. “Virulensi AIV dapat berbeda-beda tergantung antigenisitasnya,” kata pakar penyakit flu burung ini.

Selain itu, virus ini sepengetahuan Wasito juga mudah mati terkena panas. Untuk menekan tingkat penyebaran flu burung agar tidak terinfeksi ke manusia lewat hewan perantara dengan cara menekan jumlah unggas yang tertular atau mengisolasi mereka yang terpapar.

Soal flu burung yang bisa menyebabkan kematian pada manusia menurut Wasito memang kemungkinan besar bisa. Namun, hal itu  perlu dilakukan pemeriksaan dan penelitian lebih lanjut dengan menentukan hasil biotipe baru AI yang terbentuk akibat faktor sifat pergeseran genetik dari virus tersebut.

“Dapat (menyebabkan kematian), ditentukan hasil biotipe baru AI yang terbentuk akibat faktor sifat genetic shift atau genetic reassortment AI,” katanya.

Dari penelitian Wasito, flu burung juga dapat menular dari udara, namun  virus tersebut mati bila terkena panas. Meski flu burung saat ini tidak menjadi wabah baru, menurutnya pemerintah perlu mengadakan alat deteksi flu burung untuk manusia sekaligus melakukan mitigasi. Selama ini untuk deteksi flu burung pada hewan unggas, ia menggunakan deteksi melalui PCR dengan menggunakan bahan impor. “Pada riset saya, semua kit impor,” tandasnya. (*)

 

Tulisan ini telah tayang di jogjaaja.com oleh Ties pada 06 Nov 2021