resesi ekonomi
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
JAKARTA - Ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja. Kondisi ini ditandai dengan semua proyeksi 'gelap gulita' dari berbagai lembaga internasional.
Badai resesi diperkirakan akan menghampir dunia pada 2023. Hal tersebut dipicu dari inflasi tinggi yang memaksa bank sentral menaikkan suku bunga acuannya cukup tinggi dan cepat. Perang Rusia dan Ukraina menjadi pemicu utama dari terganggunya rantai pasok yang mendorong inflasi melangit.
Meski demikian, beberapa negara terutama dari kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara, masih cukup kuat menghadapi resesi tahun depan.
Bank Pembangunan Asia, ADB, memangkas perkiraan pertumbuhan 2022 untuk negara berkembang di Asia seiring adanya sejumlah faktor penyebab seperti penguncian wilayah terkait kebijakan zero Covid-19 di China yang berkepanjangan, masih berlangsungnya perang Rusia-Ukraina, hingga upaya berbagai negara memerangi inflasi.
ADB memperkirakan pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia hanya 4,3% di tahun 2022 ini. Sementara itu, tahun depan, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,95%. Angka ini turun dari proyeksi sebelumnya yang dipatok 5%. Namun, untuk proyeksi yang memisahkan China, ekonomi Asia diyakini tumbuh 5,3% pada 2022 dan 2023.
Sementara itu, di Asia Tenggara, ADB melihat rata-rata pertumbuhan ekonomi diproyeksi berada di kisaran 5% pada 2023. Proyeksi ini turun dibandingkan 5,2% yang dirilis ADB sebelumnya. Namun, ini adalah pertumbuhan yang tinggi jika dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan dunia dari World Bank (Bank Dunia).
Bank Dunia meramal perekonomian global akan menyusut hingga 1,9 persen poin menjadi 0,5 persen pada 2023. Ini adalah proyeksi dalam skenario terburuk. Kemudian, pada 2024, ekonomi dunia akan kembali menurun 1 persen menjadi 2,0 persen.
Lantas, siapa saja negara-negara di Asia Tenggara yang diproyeksi tetap makmur dengan pertumbuhan yang masih tinggi pada 2023?
ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Vietnam akan tumbuh 6,7% pada tahun depan. ADB, dalam rilis terbaru September ini, mengungkapkan perekonomian Vietnam berkinerja cukup baik di tengah ketidakpastian ekonomi global.
"Rantai pasokan pangan global yang dipulihkan akan meningkatkan produksi pertanian tahun ini, tetapi biaya input yang tinggi masih akan menghambat pemulihan sektor pertanian," tulis laporan ADB.
Lebih lanjut, melemahnya permintaan global telah memperlambat manufaktur Vietnam. Namun, prospek sektor ini tetap bullish mengingat investasi asing langsung yang kuat di sektor ini, menurut ADB.
Filipina diproyeksi akan mencetak pertumbuhkan sebesar 6.3% pada 2023.
"Pemulihan ekonomi diperkirakan akan mendapatkan daya tarik tahun ini dan tahun depan, didukung oleh penguatan investasi dan konsumsi domestik," kata ADB.
Pemulihan ekonomi di Filipina ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tren turun dalam kasus Covid-19 dan pelonggaran mobilitas masyarakat.
ADB mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonominya untuk Kamboja pada 5,3% pada 2022, tetapi menurunkan perkiraan 2023 menjadi 6,2% dari 6,5% karena pertumbuhan global yang lebih lemah.
Kendati dipangkas, pertumbuhan ekonomi Kamboja tetap tinggi pada tahun depan. Ekonomi negara tersebut akan ditopang oleh kinerja manufaktur yang kuat, dari produksi garmen hingga alas kaki meskipun terjadi perlambatan ekonomi di Amerika Serikat.
Output industri diproyeksikan tumbuh 9,1% tahun ini, sebelum berkurang menjadi 8,6% pada tahun 2023 karena permintaan eksternal yang lebih lemah.
Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh 5% pada tahun 2023, terpangkas dari proyeksi sebelumnya 5,2%. Hal ini sejalan dengan kondisi eksternal yang penuh ketidakpastian. Kondisi ini, menurut ADB, bisa mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia.
Kendati demikian, ADB menilai pemulihan ekonomi Indonesia masih sesuai dengan jalurnya.
Sama halnya dengan rekan negara lainnya di Asean. Malaysia mengalami penurunan proyeksi dari 5,4% menjadi 4,7% pada tahun depan. Namun, jika dilihat secara wilayan, pertumbuhan ini lebih baik dari Singapura dan Brunei Darussalam yang masing-masing diramal tumbuh 3% dan 3,6% pada 2023.
Pelambatan ekonomi global menjadi alasan dari pemangkasan ini.
Dengan demikian, Asean dipastikan menjadi wilayah yang masih tumbuh positif pada tahun 2023, di tengah gejolak ekonomi dunia yang diperkirakan bergeser ke arah resesi. (*)