Pertanian
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
JAKARTA - Krisis energi yang melanda berbagai negara berdampak terhadap kekhawatiran pasar atas potensi lonjakan inflasi. Sentimen ini diperkirakan bakal menekan pergerakan rupiah pada hari ini.
Analis Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan inflasi yang tinggi ini dapat berimplikasi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Tidak hanya itu, krisis energi ini bisa mendorong bank sentral di berbagai negara mengubah arah kebijakan moneternya.
“Pasar mengkhawatirkan perlambatan ekonomi karena kenaikan inflasi yang terjadi karena terhambatnya suplai dan kenaikan harga energi. Kenaikan inflasi bisa memicu bank-bank sentral dunia mengetatkan kebijakan moneternya yang malah bisa menekan laju pertumbuhan ekonomi,” jelas Ariston kepada TrenAsia.com, Kamis (28/10/2021).
Ariston memprediksi rupiah kemungkinan bergerak ke level Rp14.200 dengan support di kisaran Rp14.150 per dolar Amerika Serikat (AS). Adanya lonjakan inflasi di dunia, kata Ariston, bisa berdampak negatif terhadap kondisi pemulihan ekonomi Indonesia.
Tidak hanya itu, pelaku pasar juga harap-harap cemas terhadap tapering off The Fed pada kuartal IV-2021 ini. Seperti diketahui, arah kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral AS ini akan diumumkan usai rapat pada 4 November 2021.
“Pasar juga mungkin mengantisipasi kebijakan tapering AS yang mungkin akan diumumkan setelah rapat kebijakan moneter Bank Sentral AS pada tanggal 4 November, seminggu lagi,” ujar Ariston.
Kendati demikian, melemahnya yield US Treasury Bond atau Obligasi AS disebut Ariston akan menahan pelemahan rupiah menjadi tidak terlalu dalam. Melansir Bloomberg, yield obligasi AS parkir di level 1,55% pada hari ini.
“Di sisi lain, menurunnya yield obligasi pemerintah AS terutama tenor 10 tahun ke bawah level 1,6% bisa membantu pelemahan rupiah tidak terlalu dalam,” papar Ariston.(*)
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhamad Arfan Septiawan pada 28 Okt 2021