Kementerian PUPR
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan menyesuaikan untuk patokan harga rumah subsidi d 2023. Untuk diketahui, penyesuaian harga rumah subsidi yang sudah tertahan sejak 3 tahun terakhir.
Country Manager Rumah.com Marine Novita menjelaskan, rencana kenaikan harga rumah subsidi sejalan dengan parameter yang dimiliki oleh Rumah.com, tercatat harga rumah tapak mengalami kenaikan 5,8 persen secara tahunan.
Secara umum harga rumah memang meningkat apalagi ditambah dengan kenaikan harga bahan baku dan biaya modal. Para pengembang properti sudah mulai melaporkan dan mengeluhkan naiknya ongkos produksi yang berimbas pada kenaikan harga properti. Kenaikan harga bahan konstruksi bangunan hanya salah satu faktor penyebab kenaikan indeks harga properti.
Selain itu setidaknya ada dua faktor lain yang mempengaruhi kenaikan indeks yaitu pertama adalah permintaan terhadap properti juga meningkat selama tiga kuartal terakhir mengiringi pulihnya ekonomi dari pandemi dan selesainya beberapa infrastruktur yang memudahkan akses pemukiman.
"Sementara faktor kedua adalah suku bunga perbankan di mana suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) per Desember 2022 sebesar 5,50 persen," jelas Marine dalam keterangan tertulis, Senin, 23 Januari 2023.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur harga rumah subsidi juga akan memberi kepastian soal pembebasan biaya PPN bagi pembeli rumah subsidi. Jika ada pembebasan PPN maka akan bisa membantu masyarakat apalagi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang menjadi target pasar rumah subsidi.
Kenaikan patokan harga rumah subsisi sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2022 mengenai jenis rumah apa saja yang dapat diberikan fasilitas pembebasan PPN. Dalam PP tersebut juga diatur terkait batasan harga jual yang mencakup rumah susun milik, rumah umum, asrama, rumah pekerja, dan lainnya yang bisa mendapatkan keringanan dari Kementerian Keuangan terkait pajaknya.
Adapun untuk kenaikan patokan harga rumah subsidi diatur sebesar 7 persen. Angka ini masih di bawah usulan kalangan pengembang yang mengusulkan kenaikan mencapai 13 persen kendati beberapa kalangan pengembang juga menyetujui kenaikan sebesar 7 persen ini supaya situasi pasar tetap menarik.
Kenaikan harga rumah subsidi relatif tidak akan mempengaruhi besarnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah maupun jumlah unit rumah subsidi karena skema yang ada saat ini membantu likuiditas dalam pembiayaan rumah, bukan subsidi terhadap harga pokok penjualan.
Marine menuturkan bahwa Pemerintah perlu memikirkan skema lain yang membantu lebih banyak kalangan terutama bagi MBR sekaligus untuk mengatasi backlog perumahan di mana menurut data Pemerintah masih cukup besar yaitu sebesar 12 juta keluarga masih belum memiliki rumah di tahun 2022.
"Salah satu skema yang bisa banyak diwujudkan di mana bentuknya tidak harus hak kepemilikan yaitu engan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) Satuan Rumah Susun (Sarusun) sehingga masyarakat bisa tinggal di hunian tersebut dalam jangka waktu yang cukup panjang dan dengan biaya yang terjangkau," jelas Marine.
SKBG Sarusun merupakan sebuah konstruksi hukum baru tentang bukti kepemilikan unit hunian berupa rumah susun yang diperuntukkan khusus bagi MBR. Rumah susun tersebut dibangun dengan peran dan partisipasi pihak pelaku pembangunan yang melakukan sewa atas tanah yang dimiliki oleh pemerintah baik berupa Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) dengan jangka waktu sewa selama 60 tahun.(*)