Kemenkes Tegaskan Pencabutan Mandatory Spending Tidak Terkait BPJS Kesehatan

2023-08-10T14:49:23.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril menegaskan pencabutan mandatory spending tidak ada kaitannya dengan skema pembiayaan BPJS Kesehatan
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril menegaskan pencabutan mandatory spending tidak ada kaitannya dengan skema pembiayaan BPJS Kesehatan

JAKARTA – Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril menegaskan pencabutan mandatory spending tidak ada kaitannya dengan skema pembiayaan BPJS Kesehatan dan pelayanan kesehatan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

Mandatory spending merupakan dana yang harus disediakan pemerintah untuk anggaran kesehatan. Syahril mengatakan dihapusnya mandatory spending bukan berarti anggaran itu tidak ada. Namun anggaran tersusun dengan rapi berdasarkan perencanaan yang jelas yang tertuang dalam rencana induk kesehatan.

''Kalau mandatory spending itu terkait dengan belanja yang wajib untuk membiayai program-program kesehatan seperti pencapaian target stunting, menurunkan AKI, AKB, mengeliminasi kusta, eliminasi TBC, dan juga penyiapan sarana prasarana,'' kata Syahril dalam keterangannya, Kamis 10 Agustus 2023.

Menurut Syahril, anggaran akan lebih efektif dan efisien karena berbasis kinerja berdasarkan input, output, dan outcome yang akan dicapai. Hal itu untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia setinggi-tingginya.  “Jadi semua tepat sasaran, tidak buang-buang anggaran,” tegasnya.

Lebih lanjut, pihaknya menegaskan penghapusan mandatory spending tidak ada kaitannya dalam program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS. "Dalam UU Kesehatan, tidak ada perubahan pengaturan terkait BPJS Kesehatan. Sehingga informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan,'' imbuhnya.

Hal ini tentu berbeda dengan skema pembiayaan dalam BPJS Kesehatan yang menggunakan sistem asuransi sosial. Hal itu di mana uang yang dikelola merupakan iuran dari para peserta BPJS Kesehatan.

Bagi yang mampu akan membayar iurannya sendiri, bagi pekerja penerima upah atau pekerja formal, maka iuran JKN dibayar secara gotong royong antara pekerja (mengiur 1%) dan pemberi kerja mengiur 4%. 

Sementara untuk masyarakat yang tidak mampu akan dibayarkan pemerintah melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI). Syahril menegaskan, hilangnya mandatory spending tidak akan berpengaruh terhadap aspek layanan kesehatan yang diterima peserta BPJS Kesehatan seperti yang selama ini sudah berjalan. (*)