Kemenkes Didesak Buka Partisipasi Publik Terkait Turunan UU Kesehatan

2023-09-02T05:24:22.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Target cepat penyusunan peraturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan memunculkan kekhawatiran minimnya partisipasi publik.
Target cepat penyusunan peraturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan memunculkan kekhawatiran minimnya partisipasi publik.

JAKARTA - Target cepat penyusunan peraturan turunan Undang-Undang (UU) Kesehatan memunculkan kekhawatiran minimnya partisipasi publik. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta menjalankan praktik transparansi dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna mengatakan peraturan turunan sebuah UU seperti Peraturan Pemerintah (PP) adalah berkaitan dengan kepentingan publik, terlebih PP untuk UU Kesehatan. “Aturan ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” ungkapnya.

Berdasarkan rencana awal diumumkan Kemenkes, akan terdapat 108 aturan turunan UU Kesehatan yang didominasi bentuk PP yang ditargetkan selesai pada September 2023. Sementara UU Kesehatannya sendiri baru diundangkan pada 8 Agustus 2023 setelah disahkan DPR pada 11 Juli 2023.

Dengan tempo sesingkat itu, Sarmidi khawatir akan minimnya partisipasi para pemangku kepentingan dan publik dalam penyusunan aturan turunan tersebut. ”Ini perlu disuarakan oleh masyarakat. Masyarakat perlu tahu isinya apa. UU Kesehatan saja masyarakat banyak belum tahu,” tegasnya.

Minimnya partisipasi publik juga berpotensi menciptakan cacat peraturan. Bukan dari sisi administrasi namun secara moral. ”Cacat hukum secara administatif memang kecil kemungkinannya karena mereka pasti sudah persiapkan segala sesuatunya. Tapi (ada potensi) cacat secara moral dan itu tidak dibenarkan,” terangnya.

Oleh karena itu, Sarmidi mendorong Kemenkes sebagai leading sector UU Kesehatan untuk segera mensosialisasikan aturan turunan ini kepada publik. ”Tidak masalah jika publik tahu. Khawatir ramai mungkin ya? Tapi kalau ramai usulan yang baik kan tidak masalah dan memang di masalah apapun pasti terjadi pro dan kontra. Negara harus tetap mengakomodir,” ujarnya.

Setidaknya, kata Sarmidi, jika saat penyusunan UU-nya saja sudah banyak dinilai terlalu kecil membuka ruang partisipasi publik, maka saatnya pemerintah untuk memperbaikinya dalam penyusunan PP dan aturan turunan lainnya.

Sarmidi melanjutkan, UU Kesehatan menyangkut kepentingan banyak orang, seperti pasal-pasal yang menyangkut tembakau. ”Jadi, PP-nya harus dikawal. Dalam pembahasan yang berkaitan dengan pasal zat adiktif, misalnya, ada perhatian terhadap industri tembakau dan petani tembakau. Hal ini karena pasal itu menyangkut kepentingan banyak orang,” ia mengingatkan.

Secara terpisah, Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, menyampaikan kekhawatiran yang sama dalam penyusunan aturan turunan UU Kesehatan, yaitu minimnya partisipasi publik. Pihaknya mendesak Kemenkes untuk membuka partisipasi publik dalam penyusunan aturan turunan tersebut.

”Pastikan adanya partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan peraturan pelaksanaan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat sesuai amanat UU nomor 11 tahun 2023 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tegasnya.(*)