Koperasi
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Sejumlah kebijakan pemerintah belakangan ini dinilai kontraproduktif terhadap upaya pengembangan koperasi. Salah satu kebijakan yang disorot yakni anggaran subsidi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bernilai jumbo setiap tahunnya.
Tahun ini pemerintah menganggarkan dana subsidi KUR Rp450 triliun bagi bank-bank penyalur. Angka itu meningkat dibanding tahun 2022 yang “hanya” Rp373,17 triliun. Pengamat koperasi, Suroto, mengkritik keras subsidi KUR yang dilakukan jorjoran pemerintah.
Menurut dia, kebijakan tersebut sama saja mematikan perkembangan koperasi simpan pinjam. Padahal, jelas Suroto, koperasi di Tanah Air saat ini didominasi oleh jenis koperasi tersebut. “Sekitar 80 persen koperasi di Indonesia adalah simpan pinjam. Inisiatif di sektor keuangan mikro ini justru mulai dihabisi pemerintah sendiri melalui kebijakan KUR,” ujar Suroto kepada TrenAsia jaringan Kabarsiger pada Rabu, 12 Juli 2023.
Dia menilai keistimewaan kebijakan untuk bank melalui subsidi KUR yang terus meningkat setiap tahun kontraproduktif dengan upaya warga membangun kemandirian melalui koperasi. Suroto khawatir minat warga untuk berkoperasi semakin tergerus lantaran regulasi yang tidak bijak. “Masyarakat bisa semakin tidak tertarik berkoperasi,” tutur Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) itu.
Diketahui, kontribusi koperasi bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara Nasional hingga kini masih sangat kecil. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2022 hanya 5,2% merujuk statistik pemerintah. Menurut Suroto, angka riil kontribusi koperasi PDB bisa jadi lebih kecil lagi. “Seorang guru besar UI pernah menghitung koperasi hanya andil sebesar 0,00038% dari PDB.”
Suroto menilai kecilnya kontribusi koperasi tak lepas dari kesalahan paradigma pengembangan koperasi di Indonesia. Dia mengatakan koperasi saat ini cenderung dibangun dengan intervensi pemerintah yang berlebihan dalam konsep pembinaan. “Hal ini justru menghilangkan prakarsa masyarakat untuk berkoperasi dengan benar,” cetusnya.
Dia mendorong pemerintah mulai mengubah pendekatan dalam pengembangan koperasi dengan lebih meningkatkan inisiatif masyarakat secara alamiah. Pemerintah, menurutnya, tak perlu ikut campur terlalu jauh, apalagi mempersulit koperasi dengan regulasi yang tidak relevan.
Suroto menegaskan subordinasi koperasi melalui kebijakan-kebijakan tidak jelas harus dihapus. “Bahkan bila perlu, pemerintah bisa mendorong BUMN menjadi berbadan hukum koperasi sehingga bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas. UU BUMN saat ini diskriminatif karena BUMN wajib berbadan hukum PT." (*)