Jaringan Masyarakat Sipil Boikot Perdagangan Karbon lewat IDX Carbon

2023-09-30T06:11:41.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

IMG_2868.webp

JAKARTA - Jaringan organisasi masyarakat sipil menolak perdagangan karbon yang baru saja diluncurkan di Indonesia. 

Mereka menilai langkah tersebut adalah jalur keliru dalam mengatasi krisis iklim. Pemerintah dituding hanya melakukan “cuci tangan” terhadap praktik kotor industri ekstraktif lewat bursa karbon.

Sebagai informasi, pemerintah meresmikan bursa karbon pada Selasa, 26 September 2023. Peluncuran ini menandai berlakunya perdagangan karbon secara mandatoris di Indonesia. Kebijakan ini dinilai para aktivis sebagai “perdagangan krisis”.

Mereka beralasan perdagangan karbon adalah pemberian izin oleh negara kepada korporasi ataupun negara-negara industri untuk terus melepas emisi dengan melakukan penyeimbangan karbon atau carbon offset.

Sejumlah jaringan masyarakat sipil dan kelompok lingkungan memboikot perdagangan karbon seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Greenpeace, dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Ada pula Yayasan Pikul, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), dan School of Democratic Economics (SDE). Penolakan tersebut juga telah disampaikan melalui surat berjudul “Boikot Perdagangan Karbon, Hentikan Pelepasan dan Pembongkaran Emisi, dan Percepat Pengakuan Wilayah Adat serta Wilayah Kelola Rakyat!”

Surat itu disampaikan kepada Presiden, kementerian terkait, Bursa Efek Indonesia, dan lembaga verifikasi internasional yaitu Verra. Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian mengatakan perdagangan karbon adalah jalan sesat dalam mengatasi krisis iklim.

“Perdagangan karbon dipilih hanya untuk menjaga agar korporasi dan negara-negara industri dapat terus mengekstraksi alam. Hal itu baik melalui pembongkaran fosil bawah tanah, pembakaran fosil, deforestasi, ataupun proyek konservasi yang akan semakin memperpanjang rantai konflik serta krisis iklim,” kata Uli, dikutip Jumat 29 September 2023.

Direktur Advokasi Kebijakan Hukum dan HAM AMAN Muhammad Arman mengatakan politik dagang karbon yang dilaksanakan pemerintah nihil pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat atas sumber daya yang mereka miliki secara turun temurun.

Menurut Arman, berbagai instrumen hukum yang dikeluarkan pemerintah dalam menjembatani perdagangan karbon hanya berorientasi investasi. “Ini wujud nyata ‘cuci tangan’ pemerintah terhadap praktik-praktik industri ekstraktif yang merupakan hulu dari pencipta emisi. Ini merupakan praktik kolonialisme terhadap masyarakat adat.”

Gagal Turunkan Emisi

Yayasan Pikul menyatakan riset-riset terakhir membuktikan perdagangan karbon tidak secara otomatis menurunkan emisi secara faktual. Pikul menyebut banyak kredit karbon sampah yang terbukti tidak menurunkan emisi.

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indoensia Arie Rompas mengatakan penyeimbangan karbon adalah izin untuk terus melakukan polusi, dan upaya mengalihkan perhatian dari upaya nyata untuk mengurangi emisi. “Skema carbon offset dan trading adalah narasi kebohongan yang berbahaya.”

Dalam surat bersama, jejaring organisasi masyarakat sipil mendesak pemerintah dan global tak memberikan solusi palsu perdagangan karbon untuk mengatasi krisis iklim. Sebaliknya, mereka harus menghentikan operasionalisasi perdagangan karbon serta mempercepat dan memperluas pengakuan serta perlindungan wilayah kelola rakyat dan wilayah adat.

Selain itu, pemerintah didesak menurunkan emisi secepatnya dan secara drastis serta memulihkan ekologi dan meningkatkan kemampuan adaptif rakyat.(*)