ITERA for Sumatera
Penulis:Eva Pardiana
Editor:Eva Pardiana
LAMPUNG SELATAN – Film dokumenter karya dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Sumatra (ITERA), PG Wisnu Wijaya, berjudul Tapis Dandan Sai Tutugan, terpilih sebagai salah satu karya dalam Program Akuisisi Pengetahuan Lokal yang diadakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI tahun 2021.
Selain masuk sebagai 20 karya terpilih dalam kompetisi tingkat nasional tersebut, film yang mengangkat kain tapis sebagai warisan budaya Lampung tersebut pernah diputar dalam Special Screening Asian Textile Exhibition dalam rangka Asian Games 2018.
PG Wisnu Wijaya memaparkan latar belakang dirinya membuat film tersebut karena sebagai warisan budaya Lampung, kain tapis yang identik dengan perempuan Lampung ini, perlu terus dilestarikan. Namun, seiring perkembangan zaman, para perajin tradisional kain tapis mulai berada dalam situasi yang sulit dan semakin tergerus oleh industri besar.
Dalam film tersebut Wisnu menampilkan sosok Mastoh, perempuan paruh baya yang berprofesi sebagai penenun tradisional tapis. Mastoh yang merupakan suku asli Lampung, harus berjuang memproduksi tapis secara tradisional di tengah semakin banyaknya orang di luar suku Lampung yang juga memproduksi tapis dengan skala besar, menggunakan mesin yang juga lebih modern.
“Mengangat kisah penenun tapis adalah bentuk kepedulian saya sebagai sineas, bahwa kenyataannya walaupun sekarang tapis sudah semakin populer, ada permasalahan lebih dalam dari penenun tapisnya,” ujar Wisnu, Senin (6/12/2021).
Hingga akhirnya, Wisnu mengikutsertakan karya film tersebut dalam Program Akuisisi Pengetahuan Lokal BRIN tahun 2021 yang diikuti sineas film nasional. Dalam program tersebut, Wisnu mengirimkan karya film hingga masuk menjadi 20 karya terpilih. Selain film program tersebut juga memilih 20 karya dalam bentuk buku.
Wisnu menuturkan, Akuisisi Pengetahuan Lokal merupakan program yang dilaksanakan penerbitan BRIN, guna mendukung kearifan lokal dan pengetahuan lokal di seluruh daerah di Indonesia. Karya-karya terpilih selanjutnya mendapatkan hibah biaya produksi hingga penerbitan.
“Tujuan program ini adalah mengkompilasi pengetahuan-pengetahuan lokal yang menjadi heritage supaya disebarluasakan ke seluruh Indonesia. Film tapis lolos karena muatan lokalnya dinilai kuat,” ungkap Wisnu.
Wisnu menambahkan, selain membicarakan eksistensi penenun, dalam karyanya tersebut, dia menampilkan animasi proses menenun secara tradisional yang sekarang jarang digunakan, dan jarang diketahui masyarakat.
Dari apresiasi yang didapatkan, Wisnu berharap akan memotivasi mahasiswa DKV ITERA untuk aktif mengikuti program serupa, yang dapat mendorong pelestarian kebudayaan lokal daerah. Walaupun dalam kompetisi tersebut, mahasiswa harus mengikuti kurasi karya yang lebih ketat, dan dapat berkarya di bidang industri kreatif. (*)