Bank Indonesia
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Yunike Purnama
BANDARLAMPUNG - Bank Indonesia (BI) menilai normalisasi kebijakan yang akan dilakukan bank sentral Amerika Serikat (AS), the Fed baru akan dilakukan mulai tahun depan. Sebelum menaikan tingkat suku bunga Fed Fund rate, mereka diprediksi akan mengurangi pembelian US treasury yang akan berimbas pada kenaikan imbal hasilnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dampak kenaikan suku bunga the Fed diperkirakan baru akan terjadi pada kuartal III-2022. Salah satu dampak yang kemungkinan terjadi karena kebijakan ini adalah naiknya yield US treasury yang diperkirakan antara 50 sampai dengan 75 basis poin (bps).
"Most likely 50 bps. Jika UST naik 50 bps, maka yield SBN juga memerlukan penyesuaian 50 bps, itu kami koordinasikan dengan Kementerian Keuangan," kata dia dalam webinar, Jumat (24/12/2021).
Ia mengungkapkan dampak lain yang mungkin ditimbulkan oleh kebijakan di AS adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Namun Perry memastikan BI telah menyiapkan antisipasi untuk kondisi tersebut dengan upaya stabilisasi pasar sehingga nilai tukar rupiah tidak mengalami tekanan yang cukup dalam.
"Kami terus melakukan stabilisasi dengan triple intervention, dengan menjaga mekanisme pasar agar berjalan dan tentu saja memastikan penyesuaian di pasar berjalan smooth. Itu terkait nilai tukar dan penyesuaian yield SBN untuk antisipasi kemungkinan penurunan likuiditas di AS," jelas dia.
Dengan kondisi stabilitas sistem keuangan yang terjaga Perry optimistis Indonesia akan mampu bertahan dengan normalisasi kebijakan the Fed tahun depan. Selain itu, ia menyebut, koordinasi antara bank sentral dengan pemerintah juga akan terus dilakukan untuk memastikan tekanan ini bisa diminimalisir.
"InsyaAllah Indonesia lebih tahan. Kenapa? Karena current account kita rendah, cadangan devisa lebih besar dan kita sudah melalui proses ini di periode sebelumnya yang lebih berat. Tentu kita tetap waspada, berhati-hati dan memperhatikan stabilitas eksternal tetap terjaga," pungkasnya.(*)