Ojek online
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA - Bank Dunia mengungkapkan mayoritas pekerja lepas di dunia digital kesulitan membayar utang dan minim perlindungan sosial. Hal itu termasuk driver ojek online (ojol) dan taksi online yang menjamur di Indonesia.
Temuan tersebut mencuat dalam laporan Bank Dunia bertema “Working Without Borders: The Promise and Peril of Online Gig Work”. Dalam riset tersebut, Bank Dunia mengumpulkan data ihwal online gig workers seperti pegemudi ojol dan taksi online di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Temuan Bank Dunia terkait online gig workers di Indonesia yakni 6% – 7% pekerja informal adalah online gig workers seperti pengemudi taksi dan ojol. Sebanyak 63% dari jumlah tersebut hanya bergantung ke perusahaan penyedia layanan/aplikator tempat mereka bermitra.
Kenis pekerjaan lepas di dunia digital di Indonesia yakni kurir atau pengiriman barang (44%), pengemudi taksi dan ojek online atau ojol (35%), penyedia layanan kegiatan harian seperti berbelanja untuk orang lain (28%), logistik (19%), asisten virtual (10%) pekerja kreatif dan media (6%) dan layanan profesional (5%) yang mendapatkan pekerjaan dari platform pencari kerja.
Dalam laporan, mayoritas online gig workers seperti pengemudi taksi dan ojek online memahami soal investasi dan layanan finansial dibandingkan dengan pekerja informal lain. Sebanyak 68% online gig workers seperti pengemudi taksi dan ojol diketahui memiliki rekening bank dan menyisihkan sebagian pendapatan untuk ditabung.
Artinya, masih ada 32% online gig workers yang kesulitan menabung. Online gig workers seperti pengemudi taksi dan ojol juga rentan karena tidak memiliki perlindungan sosial dan tenaga kerja. Hanya 34% dari online gig workers seperti pengemudi taksi dan ojek online atau ojol yang memiliki dana darurat 60%.
Online gig workers punya problem lain yakni kesulitan membayar utang, termasuk cicilan rumah. Selain itu, hanya sekitar 17% online gig workers yang menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan. Deretan kerentanan ini membuat pekerjaan layanan jasa berbasis online seperti ojol cenderung merugikan mitra.
Di Kota Solo, ratusan pengendara ojek online baru saja menggelar aksi di DPRD dan Balai Kota Solo untuk memperjuangkan nasib mereka pada Senin 11 September 2023. Mereka membawa tiga tuntutan yaitu tetapkan peraturan gubernur (Pergub) Jawa Tengah untuk atur tarif batas atas dan batas bawah (TBA dan TBB), terapkan sanksi kepada aplikasi yang tidak taat aturan serta hapus biaya tambahan di semua aplikator.
Seorang koordinator aksi Wegik didampingi Pembina Koalisi Online Surakarta (KOS) Hendry mengatakan masih ada masalah terkait penetapan tarif untuk ojol. Dia mencontohkan promo hemat oleh aplikator justru memangkas pendapatan mitra, alih-alih masuk pengeluaran aplikator. “Oleh karena itu, kami mendorong penetapan Pergub untuk penyetaraan TBA dan TBB,” ujarnya kepada TrenAsia.com jaringan Kabarsiger.com
Lebih lanjut driver ojol mendesak sanksi tegas bagi aplikator yang melanggar aturan biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi 15%. Selain itu para driver mendesak penghapusan semua biaya tambahan di semua aplikator. Saat ini kebijakan tersebut membuat penghasilan driver kian merosot.
Terkait dengan tuntutan tersebut, mereka akan melakukan aksi yang lebih besar lagi jika selama sepekan tidak ada tanggapan dari pihak terkait. “Kami kasih waktu 7x24 jam. Sekiranya tidak ada respon lagi kita akan lakukan aksi yang lebih besar,” ujar Wegik.(*)