Bank Digital Kian Marak, Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi Jadi Poin Penting

2022-03-23T16:50:33.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Yunike Purnama

Ilustrasi tanda tangan digital.
Ilustrasi tanda tangan digital.

BANDARLAMPUNG - Industri perbankan tengah dibanjiri oleh munculnya bank digital. Tren ini bahkan diikuti bank konvensional yang mengakuisisi bank lain dan mengubahnya menjadi bank digital.

Lahirnya bank-bank ini merupakan bentuk transformasi digital. Namun, di tengah maraknya bank digital, faktor keamanan dan perlindungan data pribadi perlu menjadi fokus supaya kepercayaan nasabah tetap terjaga.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrihani Pangerapan mengatakan, Indonesia telah mengakui keberadaan dunia digital sebagai ruang interaksi masyarakat melalui UU ITE.

“Aktivitas di ruang digital sama sahnya dengan ruang fisik, namun ruang digital perlu tools untuk memastikan aktivitas itu sah atau tidak, salah satunya dengan tanda tangan elektronik yang regulasinya, UU ITE, sudah ada sejak 2008,“ ungkap Semuel, dikutip Rabu, 23 Maret 2022.

Semuel menyebut kini dokumen negara hingga beberapa Kementerian sudah menggunakan Tanda Tangan Elektronik (TTE), karena berfungsi sama dengan tanda tangan biasa.

Dengan adany tanda tangan digital ini, kata dia, seharusnya membuat perbankan tidak perlu lagi sebab sudah diakui oleh undang-undang sama sahnya dengan tanda tangan basah, selama dapat terverifikasi dan tervalidasi. L

"Jadi memang, mau tidak mau kita harus mengadopsi teknologi ini, sebagai bagian untuk akselerasi ekonomi digital, bukan hanya perbankan dan finance, namun sektor-sektor lainnya," kata Semuel.

CEO dan Co-Founder VIDA Sati Rasuanto menuturkan tantangan yang harus dihadapi di era digital. Di ranah digital selama ini terdapat satu tantangan yaitu membuktikan transaksi itu sah, misalnya transaksi bank.

Kini, menurut dia, Kominfo sudah memfasilitasi hal tersebut sesuai regulasi lewat Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE), salah satunya adalah VIDA.

"Sebagai PSrE, kami dapat melakukan identity proofing dari seorang pengguna, lalu kemudian menerbitkan sertifikat elektronik sesuai standar dan peraturan yang berlaku," terangnya.

Proses Indetifikasi dalam Tanda Tangan Elektronik

Sati menjelaskan proses identity proofing dilakukan sebelum melakukan Tanda Tangan Elektronik, sehingga platform mengetahui bahwa penandatangan adalah orang yang tepat.

Langkah pertama yakni pengecekan data demografi pengguna langsung pada sumber data, yakni data kependudukan nasional yang dimiliki Ditjen Dukcapil. Setelah data demografi itu divalidasi, dilakukan proses validasi data biometrik atau wajah orang tersebut. Hal ini penting, untuk mencegah ketidakcocokan data antara wajah dan data biometrik.

Selain itu, VIDA memiliki teknologi liveness detection untuk melakukan validasi atau verifikasi proses selfie, apakah benar penandatangan langsung hadir dalam proses verifikasi, dan bukan orang lain yang menggunakan foto atau gambar.

Proses audit yang mendalam oleh Kominfo, tidak hanya dilakukan ketika mendaftar pertama kali sebagai PSrE saja, melainkan diaudit secara berkala agar dapat menerbitkan Tanda Tangan Elektronik yang Tersertifikasi.

Dalam bisnis ini, kata Semuel, keamanan perlindungan data pribadi sehingga tidak boleh ada sedikit pun kesalahan, karena yang kita hadirkan adalah trust (kepercayaan). Di satu sisi, TTE yang Tidak Tersertifikasi akan membutuhkan pembuktian yang lama, dan memerlukan validasi dari banyak institusi.

"Contohnya, dia akses dari internet ini, (alamat) IP nya berapa, terus laptopnya harus dicek lagi, semua dicek. Apabila ada masalah, pembuktiannya perlu waktu yang panjang dan sulit. Kalau TTE sudah tersertifikasi, tinggal cek ke VIDA saja, benar tidak kamu yang issued?” pungkas Semuel.(*)