Antisipasi Krisis Keuangan, Bank Wajib Bayar Premi Restrukturisasi ke LPS Mulai 2025

2023-06-21T06:07:18.000Z

Penulis:Yunike Purnama

Editor:Redaksi

Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

JAKARTA - Perbankan diwajibkan untuk membayar premi untuk mendanai Program Restrukturisasi Perbankan (PRP). Aturan ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 34 tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan pada 16 Juni 2023.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, peraturan tersebut dibuat untuk mengantisipasi krisis perbankan nasional seperti yang terjadi pada tahun 1998. Saat itu, pemerintah menggunakan dana sebesar 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk menanggung kerugian krisis perbankan.

"Dari situ ada pemikiran gimana kalau ada pengurangan beban ke negara apabila negaranya kacau seperti itu, maka keluarlah program PRP itu. Kalau dalam keadaan kritis dan kalau presiden bilang kritis dan presiden mengaktifkan PRP itu baru dijalankan program itu," ujarnya dikutip Rabu, 21 Juni 2023.

Dirinya memperkirakan penerapan PRP ini akan berdampak pada kenaikan bunga. Namun, nasabah tidak perlu khawatir sebab margin perbankan masih terbilang cukup besar. "Jadi gak usah takut, mungkin bunganya akan lebih kompetitif. Yang jelas tidak akan membuat banknya menjadi susah karena sudah kita hitung," ujarnya.
 

“Jadi kalau PRP jalan nanti, bukan satu bank yang jatuh pasti banyak. tapi ada case khusus sekali ketika kita salah me-manage ekonomi. Mudah-mudahan enggak," tambah Purbaya.

Menurutnya, harus ada dana dari industri untuk menjaga hal tersebut. Memang terlihat seperti membebani perbankan. Namun, jika berkaca pada tahun 1998, perbankan telah membebani pemerintah dan rakyat.

"Jadi sekarang dibalik sedikit, bukan berarti uangnya cukup semua loh itu untuk membantu supaya dana pemerintah yang dipakai berkurang dan danannya juga akan menambahkan keyakinan masyarakat bahwa kalau ada apa-apa industri siap menyelamatkan industri. Negara siap menyelamatkan industri. Jadi gak akan panik seperti tahun 1997 - 1998," terangnya.

Adapun perkiraan pendapatan premi untuk industri perbankan berdasarkan PRP sebesar Rp1 triliun per tahun. Dalam 40 tahun ke depan, ditargetkan pendapatan premi sebesar 2% dari PDB pada tahun 2022.

"Saya pikir kalau sebesar itu (Rp1 triliun) tidak akan mengganggu perbankan dan bahkan ke depan akan lebih memperkuat confidence masyarakat pelaku bisnis ke perbankan dan ke negara kita sendiri," pungkas Purbaya. (*)