Air bersih
Penulis:Yunike Purnama
Editor:Redaksi
JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas)/National Food Agency (NFA) melakukan langkah antisipatif untuk menekan dampak perubahan iklim dan El Nino terhadap ketahanan pangan Nasional.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, mengatakan program kesiapsiagaan pangan untuk mengantisipasi krisis pangan tersebut sedikitnya berisi enam strategi yang akan didorong dan diperkuat implementasinya bersama pemerintah daerah serta stakeholder pangan lain.
Langkah pertama yang akan dilakukan bersama daerah adalah melakukan identifikasi dan konsolidasi kondisi pangan wilayah. "Untuk mengetahui kondisi pangan wilayah secara tepat dan akurat, kami dorong pengintegrasian data neraca pangan daerah dengan pusat di dalam satu sistem dashboard yang bisa dilihat secara real time,” ujarnya dilansir pada Sabtu 8 Juli 2023.
Dari sisi penganekaragaman konsumsi pangan, pihaknya terus mendorong dinas urusan pangan daerah di seluruh provinsi dan kabupaten/kota menggali potensi pangan lokal di wilayah masing-masing. “Langkah kesiapsiagaan juga dilakukan dengan pemetaan dan pendataan para Champion atau produsen pangan wilayah yang bisa dilibatkan untuk menjaga rantai pasok pangan di daerah,” ujar Arief.
Lebih lanjut, Arief mengatakan Bapanas akan terus merangkul pemerintah daerah dalam program-program yang rutin diinisiasi pusat seperti penyaluran bantuan pangan, Gerakan Pangan Murah (GPM), dan Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP). Untuk bantuan pangan, saat ini Bapanas telah mengusulkan penyaluran bantuan pangan beras tambahan tahun ini.
Adapun jenis dan jumlah bantuan sama dengan periode sebelumnya, yaitu masing-masing Kelompok Penerima Manfaat (KPM) 10 kg beras per bulan, dengan durasi selama 3 bulan. “NFA mengusulkan penambahan periode penyaluran bantuan pangan beras kepada 21,3 juta KPM,” ujar Arief.
Bapanas telah menyiapkan penghitungan kebutuhan anggaran terkait hal itu. Menurut Arief, itu bagian dari kesiapsiagaan memastikan masyarakat yang membutuhkan memiliki bantalan untuk pemenuhan kebutuhan pokok. "Serta menjaga daya beli agar inflasi terkendali,” jelasnya.
Selain memastikan akses masyarakat terhadap kebutuhan pokok, ketersediaan sarana dan fasilitas untuk memperpanjang masa simpan produk pangan juga menjadi faktor kunci untuk menjaga ketersediaan pangan. Arief mengatakan salah satu dampak terbesar El Nino terhadap pangan adalah terganggunya produksi dan siklus pola tanam untuk musim tanam berikutnya, sehingga bisa berpengaruh pada ketersediaan pangan.
Selain lima strategi tersebut, menurut Arief, langkah lain yang tidak kalah penting adalah optimalisasi anggaran pangan di daerah dengan sebaik mungkin. Untuk mendukung dan menambah anggaran ketahanan pangan daerah, NFA melakukan mekanisme dekonsentrasi anggaran kepada dinas urusan pangan tingkat provinsi sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 13 Tahun 2023.
Arief meyakini adanya kolaborasi yang baik antara pusat dan daerah serta Kementerian/Lembaga dan para stakeholder pangan bakal menjaga ketahanan pangan di Indonesia dari dampak El Nino dan perubahan iklim. “Hal tersebut sesuai arahan Bapak Presiden yang menekankan pentingnya kolaborasi untuk memastikan ketersediaan dan keseimbangan harga pangan dari hulu hingga hilir.
Nilai Tukar Petani Meningkat
Hal ini tidak terlepas dari sejumlah indikator ketahanan pangan nasional yang sedang berada dalam kondisi dan kinerja baik, seperti Skor Global Food Security Index (GFSI) Indonesia tahun 2022 menunjukkan kenaikan 6 peringkat dibandingkan tahun 2021, kenaikan paling signifikan pada aspek sumber keberlanjutan (Sustainability) dan Keterjangkauan (Affordability).
Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) pada tahun 2023 mengalami peningkatan dengan angka tertinggi dalam 5 tahun terakhir, di mana semua sub sektor menunjukkan angka di atas 100 yang berarti petani mengalami surplus atau menunjukkan tingkat kesejahteraan petani semakin baik.
Sementara dari aspek keseimbangan konsumsi pangan, skor Pola Pangan Harapan (PPH) Indonesia tahun 2022 berada di angka 92,9 atau melampaui target yang dicanangkan sebesar 92,8 adapun pencapaian ini lebih tinggi dari tahun 2021 yang berada di angka 87,2.
Untuk daerah rentan rawan pangan dan gizi, jumlah kabupaten/kota yang sangat rentan pangan (prioritas 1) mengalami penurunan dari 29 menjadi 26 kabupaten/kota, jumlah kabupaten/kota yang rentan pangan (prioritas 2) juga menurun dari 17 menjadi 16.
Terkait angka pengentasan stunting, angka prevalensi stunting di Indonesia juga mengalami penurunan, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting tahun 2022 adalah sebesar 21,6%, atau mengalami penurunan sebesar 9,2% dalam 4 tahun.(*)