Tujuh Negara yang Menantang Dolar Melalui De-Dolarisasi
Yunike Purnama - Jumat, 14 Juli 2023 12:03AS - Dolar AS telah menjadi mata uang cadangan dunia sejak perang dunia kedua. Dolar memainkan peran yang krusial dalam perdagangan dunia.
Namun, negara-negara di dunia secara global mulai menyiapkan mata uang cadangan untuk perdagangan.
Hal ini dilatarbelakangi oleh sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. Para pemimpin dunia dan tokoh bisnis terkemuka satu persatu mulai mengeluarkan peringatan atas kekuatan yang dimiliki Washington.
Dikutip oleh TrenAsia.com jaringan Kabarsiger.com dari laman Business Insider Kamis, 13 Juli 2023, Presiden Emmanuel Macron dari Perancis juga turut memperingatkan “ekstrateritorialitas dolar AS” .
Karenanya, Ia menyarankan Eropa untuk mengurangi ketergantungannya pada greenback sebagaimana diungkapkan dalam wawancara dengan Politico bulan April lalu.
Di tengah kabar buruk ini, banyak negara yang mulai mencari alternatif dan memanfaatkan peluang untuk meningkatkan tantangan terhadap dominasi dolar.
7 Negara yang ‘Menantang” Dolar Melalui De-Dolarisasi
1. China
Penggunaan Yuan mengambil alih dolar dalam transaksi lintas batas China pertama kali dilakukan pada bulan Maret dikutip dari Bloomberg Intelligence.
Hal ini menjadikan China sebagai negara yang memimpin gerakan anti-dolar dengan mempromosikan penggunaan mata uangnya sendiri dalam perdagangan.
Penggunaan Yuan yang meningkat juga dapat mengindikasikan ayunan de-dolarisasi global, karena banyak bank sentral yang menjauh dari ketergantungan pada greenback.
2. Rusia
Sementara itu, di awal tahun ini Rusia mengungkapkan bahwa keduanya sedang mengerjakan cryptocurrency yang didukung emas untuk menggantikan dolar AS sebagai alat pembayaran dalam perdagangan internasional.
Dalam beberapa bulan terakhir, Russia dan Iran telah mempercepat dorongan mereka untuk de-dolarisasi. Mereka bertujuan untuk meningkatkan volume perdagangan mereka menjadi US$10 miliar per tahun melalui langkah-langkah seperti mengembangkan sistem pembayaran internasional alternatif untuk SWIFT.
3. Iran
Bersama Rusia, Iran dilaporkan tengah menggarap cryptocurrency yang didukung emas untuk menghentikan dominasi dolar. Iran dan Rusia diketahui mempercepat dorongan de-dolarisasi dengan meningkatkan volume perdagangan. Iran juga bekerja sama dengan Rusia mengambangkan sistem pembayaran internasional untuk sistem SWIFT.
4. India
India juga tengah mendorong narasi de-dolarisasi dalam menggembar-gemborkan penggunaan rupee untuk perdagangan.
Hal ini seperti ditunjukkan oleh Reserve Bank of India dalam laporan yang dipublikasikan pada hari Rabu, 5 Juli 2023.
Dalam laporan tersebut, kelompok kerja RBI mendorong pembukaan rekening berdenominasi rupee untuk non-penduduk di India dan luar negeri. Mereka juga merekomendasikan integrasi sistem pembayaran India dengan yang ada di negara lain untuk transaksi lintas batas.
5. Argentina
Argentina telah mengumumkan bahwa mereka berniat untuk meluncurkan serikat mata uang yang disebut ‘sur’ (selatan) pada 14 Februari 2023 dikutip dari laman website resmi CSIS.
Pejabat Argentina dan Brasil mengklarifikasi bahwa ambisi sebenarnya dari proyek tersebut adalah untuk membuat unit akun baru (mata uang sintetik seperti Hak Penarikan Khusus Dana Moneter Internasional) untuk mendenominasi perdagangan bilateral dan arus keuangan sebagai alternatif dari dolar AS.
Terlepas dari penolakan proposal yang hampir universal, tujuan akar dari proyek ini adalah untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
6. Brazil
Sama halnya dengan Argentina, Brazil menjadi negara Amerika Latin yang punya niat untuk merilis mata uang baru. mata uang tersebut digunakan sebagai alternatif penggunaan dolar sekaligus mengurangi ketergantungan.
Walau mustahil terjadi setidaknya dalam jangka menengah. Bagaimanapun, dorongan untuk integrasi ekonomi yang lebih dalam di Amerika Selatan adalah perkembangan yang perlu disambut baik karena dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat yang sangat dibutuhkan.
7. Bangladesh
Meski tak mengunggulkan mata uang negaranya, Bangladesh turut bergabung dalam upaya de-dolarisasi dengan menggunakan Yuan untuk membayar Rusia. Pembayaran ini diperuntukkan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Kedua negara sempat menemui jalan buntu selama setahun sebelum akhirnya memutuskan untuk menggunakan Yuan dalam transaksi tersebut karena Bangladesh belum mampu membayar Rusia dalam dolar. (*)