SMSI Gelar Dialog Nasional “Media Baru vs UU ITE” Jelang HPN 2026
Eva Pardiana - Rabu, 29 Oktober 2025 10:44
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menggelar Dialog Nasional bertajuk “Media Baru vs UU ITE” di Kantor Pusat SMSI, Jalan Veteran II, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025). (sumber: SMSI)JAKARTA — Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menggelar Dialog Nasional bertajuk “Media Baru vs UU ITE” di Kantor Pusat SMSI, Jalan Veteran II, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian menuju peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2026.
Dialog tersebut menghadirkan sejumlah pakar hukum, praktisi media, dan pelaku konten digital untuk membahas secara mendalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 1 Tahun 2024.
Acara yang berlangsung secara hybrid ini dibuka oleh Ketua Umum SMSI, Firdaus, yang menekankan pentingnya pemahaman hukum di era media digital.
“Teman-teman media baru jangan sampai terperosok dalam pasal UU ITE. Mari kita pahami bersama agar bisa terus berkarya secara bertanggung jawab,” ujarnya.
Menurut Firdaus, literasi hukum dan etika digital menjadi kunci agar kebebasan berekspresi dapat berjalan berdampingan dengan tanggung jawab sosial.
- PLN Dukung Literasi Digital Pelajar, Serahkan Bantuan Komputer ke SMP Muhammadiyah 2 Gadingrejo
- Peringati Sumpah Pemuda, Jasa Raharja Dorong Aksi Nyata Generasi Muda untuk Kemajuan Indonesia
- PTPN Kobarkan Semangat Sumpah Pemuda, Bergerak Bersama Bangun Negeri
Dialog menghadirkan narasumber lintas bidang, di antaranya Prof. Dr. Reda Manthovani, S.H., LL.M. (Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan RI dan Dewan Pembina SMSI) yang diwakili oleh Anang Supriatna, Dahlan Dahi (Anggota Dewan Pers dan CEO Tribun Network), Prof. Dr. Henri Subiakto, S.H., M.Si. (Guru Besar Universitas Airlangga dan pakar komunikasi politik), serta Rudi S. Kamri (konten kreator dan CEO Kanal Anak Bangsa TV). Diskusi dipandu oleh Mohammad Nasir, Dewan Pakar SMSI sekaligus mantan wartawan senior Harian Kompas.
Mewakili Jamintel Kejaksaan RI, Anang Supriatna menjelaskan bahwa revisi UU ITE tidak bertujuan membatasi kebebasan berekspresi, melainkan menata ruang digital agar lebih sehat dan beretika.
“Berita hoaks dan ujaran kebencian bisa memicu konflik sosial dan merusak persatuan bangsa. Karena itu, literasi digital menjadi senjata utama bagi masyarakat agar tidak mudah terprovokasi,” ujarnya.
Anang menambahkan, penegakan hukum terhadap pelaku penyebar hoaks dilakukan secara selektif dan proporsional dengan memperhatikan konteks, motif, serta dampak sosial yang ditimbulkan.
Sementara itu, Dahlan Dahi mengingatkan pentingnya menjaga etika jurnalistik di tengah ledakan media baru.
“Siapa pun yang memproduksi berita, baik lewat portal maupun YouTube, wajib memegang prinsip verifikasi dan akurasi. Jangan lupakan kode etik. Semua produk informasi publik harus berlandaskan tanggung jawab, bukan sekadar mengejar viral,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Henri Subiakto menjelaskan bahwa pasal-pasal revisi UU ITE menekankan unsur kesengajaan dalam penyebaran informasi yang menyerang kehormatan seseorang.
“Unsur ‘dengan sengaja’ kini menjadi dasar utama. Seseorang baru dapat dipidana jika terbukti memiliki niat jahat untuk menyerang kehormatan orang lain melalui media elektronik,” terangnya.
Henri menambahkan bahwa revisi UU ITE tahun 2024 merupakan upaya menyeimbangkan perlindungan terhadap nama baik dan kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi.
Adapun Rudi S. Kamri menilai UU ITE tidak perlu ditakuti oleh pelaku media maupun kreator konten selama memahami batas hukum dan memiliki niat baik dalam berkarya.
- PTPN I Regional 2 Jadikan Rengganis Suspension Bridge Laboratorium Vokasi dan Eduwisata
- PTPN I Regional 1 dan Pemkot Medan Gaungkan Kembali Kejayaan Tembakau Deli
- Festival Tunas Bahasa Ibu Lampung 2025: Wujud Sinergi dan Komitmen Pelestarian Bahasa Daerah
“Kalau kita tidak menyebarkan fitnah dan menghormati fakta, UU ITE bukan ancaman. Justru ini menjadi pedoman agar ruang digital kita lebih sehat,” ucapnya.
Diskusi yang berlangsung dinamis ini diikuti oleh pengurus SMSI dari seluruh Indonesia, baik secara daring maupun luring. Para peserta aktif berdialog mengenai praktik jurnalisme digital, tanggung jawab hukum, hingga strategi menjaga kebebasan berekspresi di tengah berkembangnya platform media baru.
Acara ditutup dengan ajakan bersama untuk memperkuat kolaborasi antara regulator, penegak hukum, dan pelaku media digital dalam menciptakan ekosistem informasi yang profesional, beretika, dan berpihak pada kepentingan publik. (*)

