Rupiah Berpotensi Melemah pada Perdagangan Selasa 4 Oktober 2022

Yunike Purnama - Selasa, 04 Oktober 2022 06:00
Rupiah Berpotensi Melemah pada Perdagangan Selasa 4 Oktober 2022Ilustrasi kurs Rupiah terhadap Dolar AS. (sumber: Ismail Pohan/TrenAsia)

BANDAR LAMPUNG - Pada perdagangan Senin, 3 Oktober 2022 Rupiah ditutup melemah 75 poin walaupun sebelumnya sempat menguat 70 poin di level Rp15.302. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya Rupiah berada di posisi 15.227.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, Rupiah berpotensi melemah pada perdagangan Selasa, 4 Oktober 2022.

"Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.290 hingga Rp15.370,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Oktober 2022.

Secara internal, hal ini dipengaruhi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi pada September 2022 sebesar 1,17 persen (month-to-month/mtm) dan secara tahunan menembus 5,95 persen year to year/yoy. 

“Data yang dirilis tersebut lebih baik dibandingkan ekspektasi para analis yaitu laju inflasi 1,2 persen (month-to-month/mtm)  sedangkan angka inflasi tahunan sebesar 5,98 persen year to year/yoy,” jelas Ibrahim

Lonjakan inflasi didorong oleh naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Pada 3 September 2022, pemerintah Indonesia telah menaikkan harga BBM Subsidi Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.

Disusul, harga Solar subsidi dikerek menjadi Rp 6.800 per liter dari Rp 5.150 per liter. Dua BBM Subsidi terset rata-rata naik 31,4 persen.

Walaupun inflasi masih di bawah ekspektasi para analis namun hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menjaga transmisi harga energi dan komoditas.

Sebagaimana diketahui, pada Agustus 2022, inflasi nasional telah mencapai 4,69 persen. 

Angka tersebut sudah mengalami penurunan, tetapi sumbangan terbesarnya tetap berasal dari kelompok harga pangan bergejolak (volatile foods), kemudian juga dari proses transmisi dari harga-harga energi yang masuk ke dalam harga kelompok barang yang ditentukan pemerintah (administered price).

Kemudian inflasi yang terus tinggi, selanjutnya adalah kecepatan dari normalisasi moneter dari negara-negara maju sehingga menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global.

Sejalan dengan itu,  ke depannya tekanan inflasi masih terus berlanjut, harga pangan dan energi masih terus mengalami peningkatan, dan distrupsi dari pasokan juga terus terjadi sehingga risiko untuk inflasi nasional masih berada di atas 4 persen pada 2022 dan 2023. (*)

Editor: Yunike Purnama
Bagikan
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS