Ramai Istilah Cancel Culture Setelah Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT, Apa Itu?

Yunike Purnama - Sabtu, 15 Oktober 2022 07:45
Ramai Istilah Cancel Culture Setelah Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT, Apa Itu?Ilustrasi Cancel Culture (sumber: Freepik )

BANDAR LAMPUNG - Selain digunakan untuk mencari informasi, media sosial kerap menjadi wadah setiap orang untuk beropini sehingga tak ada batasan antara ranah pribadi dan ranah publik.

Akhir-akhir ini di media sosial ramai lagi istilah 'cancel culture' yang dapat dikatakan sebagai bentuk boikot terhadap seseorang yang melakukan kesalahan. 

Dilansir dari laman The Whit Online pada Sabtu, 15 Oktober 2022 cancel culture adalah cara untuk "menghukum" seseorang atas tindakan yang mereka lakukan ketika tindakan tersebut dianggap dapat menyebabkan lebih banyak keburukan daripada kebaikan di media sosial.

Baru-baru ini istilah ini kembali mencuat usai ramainya kasus KDRT yang dialami Lesti Kejora. Terkait dengan kasus Lesti Kejora yang mencabut laporan KDRT terhadap Rizky Billar, ternyata pedangdut kelahiran 1999 ini mendapatkan perhatian sehingga menuai pro dan kontra dari warganet. Tak sedikit warganet yang lantas kecewa dengan apa yang dilakukan Lesti tersebut.

“Please lah cancel culture. Buat netizen kalo ada artis yang kayak mereka mending banned aja, Rizky Billar di-banned karena KDRT, Lesti Kejora banned juga dong biar gak jadi contoh kalo KDRT itu bisa dimaafkan dengan cabut laporan, udah bikin gempar netizen.. eh di prank,” tulis salah satu akun warganet di platform Twitter.

Lantas bagaimana awal munculnya budaya cancel culture? Apakah seorang public figure yang bersalah harus mendapat hukuman seperti itu?

Dilansir dari laman Katiecouric.com, istilah cancel culture berasal dari film New Jack City tahun 1991. Kemudian digunakan secara luas oleh para ahli dan komedian di platform Twitter pada pertengahan 2010-an sebagai bentuk ungkapan serius maupun sarkasme terhadap komentar atau tindakan orang lain.

Diketahui bahwa istilah cancel culture kembali memuncak pada tahun 2020, tepatnya setelah mantan Presiden Donald Trump mengecam fenomena tersebut.

Sebagian orang menganggap budaya ini sebagai alat penting untuk akuntabilitas dan keadilan sosial. Masalah utama yang muncul dalam budaya cancel culture ini adalah masyarakat khususnya warganet yang terus memegang kendali kepada public figure.

Public figure mempunyai standar yang lebih tinggi daripada orang biasa, lantaran seluruh tindakan mereka baik dari perkataan, tingkah laku, hingga gaya berpakaian harus berdampak baik dan sesuai ekspetasi masyarakat.

Itulah yang menjadikan acuan ketika ada public figure yang melakukan kesalahan, publik langsung menyoroti akun media sosial mereka dengan berbagai macam komentar. (*)

Editor: Yunike Purnama
Yunike Purnama

Yunike Purnama

Lihat semua artikel

RELATED NEWS