PTPN I Tanggapi Aksi unjuk Rasa Masyarakat Takalar Mengenai Perpanjangan HGU

Eva Pardiana - Sabtu, 14 September 2024 18:10
PTPN I Tanggapi Aksi unjuk Rasa Masyarakat Takalar Mengenai Perpanjangan HGUPTPN I Tanggapi Aksi unjuk Rasa Masyarakat Takalar Mengenai Perpanjangan HGU (sumber: Dok. PTPN I)

MAKASSAR – PTPN I Regional 8 memberikan tanggapan terkait demonstrasi di depan Kantor Bupati Takalar oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam Petani Polongbangkeng Takalar bersama Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT). Aksi ini menolak perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN di Takalar, serta menuduh aktivitas PTPN I sebagai ilegal.

Dalam pernyataannya, perwakilan PTPN I Regional 8 menegaskan bahwa perusahaan menghargai aspirasi masyarakat. Namun, pihak PTPN menyatakan bahwa proses pengadaan tanah yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Kami menjelaskan bahwa proses perolehan tanah untuk PTPN di Takalar dimulai sejak proyek pembangunan Pabrik Gula Takalar, yang awalnya dikelola oleh PT Perkebunan XXIV-XV, kemudian berubah menjadi PT Perkebunan XXXII, dan akhirnya menjadi PTPN I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1996. Seluruh pengadaan lahan dilakukan dengan mekanisme ganti rugi yang sesuai aturan saat itu," jelas Hamsa, Kepala Bagian Sekretaris dan Legal PTPN I Regional 8.

Pada periode 1990 hingga 1997, PTPN I mengajukan permohonan HGU serta Hak Guna Bangunan (HGB) untuk tanah negara dan tanah garapan masyarakat dengan luas total sekitar 6.732 hektar.

“Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan pada 22 September 1990, HGB telah diterbitkan. Kemudian, HGU diterbitkan melalui Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN pada 18 Mei 1994 dan 30 Desember 1997 atas nama PT Perkebunan XXXII, yang kini menjadi PTPN I,” tambah Hamsa.

Hamsa juga menegaskan bahwa seluruh proses pembebasan lahan sudah memenuhi prosedur hukum yang berlaku dan dilakukan dengan itikad baik.

PTPN I berharap Pemerintah Kabupaten Takalar dan Aparat Penegak Hukum (APH) dapat memfasilitasi proses mediasi antara perusahaan dan kelompok masyarakat, khususnya melalui pendataan individual sesuai format IP4T dari Badan Pertanahan Nasional.

"Tanah yang telah diganti rugi dan diterbitkan sertifikat HGU/HGB sudah tercatat sebagai aset negara di Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN. Oleh karena itu, kebijakan terkait tanah tersebut harus melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), yakni Menteri BUMN," tutupnya.

Sementara itu, Penjabat Bupati Takalar, Dr. Setiawan, M.Dev.Plg, mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Satgas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, untuk menyelidiki apakah ada prosedur yang dilanggar dalam pembebasan lahan dan adanya dugaan intimidasi terhadap warga.

“Kami akan berupaya melakukan mediasi antara masyarakat dan PTPN I Regional 8 sesuai dengan Surat Kesepakatan Mediasi dari Komnas HAM, yang menangani masalah antara petani Desa Lassang Barat dan Parang Luara dengan PT Perkebunan Nusantara,” kata Setiawan.

Di lain pihak, Aris Handoyo, Sekretaris Perusahaan PTPN I, menjelaskan bahwa PTPN I Regional 8 mengelola perkebunan tebu di Takalar sebagai bagian dari upaya mendukung program pemerintah untuk swasembada gula, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023.

"PTPN I melalui Holding Perkebunan Nusantara diberi mandat untuk meningkatkan produktivitas tebu dan memperluas lahan perkebunan hingga 179.000 hektar, termasuk lahan rakyat dan kawasan hutan. Kami juga telah berkontribusi dalam penyediaan lapangan kerja, sinergi BUMN, pembayaran pajak, dan pengembangan koperasi tani tebu rakyat," jelas Aris.

Aris juga menekankan pentingnya dukungan masyarakat dalam mempercepat swasembada gula nasional dan memajukan perekonomian Takalar melalui usaha budidaya tebu di PTPN I Regional 8. (*)

Bagikan

RELATED NEWS