Pentingnya Kemampuan Digital dalam Pemenuhan Industri Perusahaan
Yunike Purnama - Kamis, 24 Maret 2022 14:39BANDARLAMPUNG - Kemampuan digital yang dimiliki tenaga kerja Imasih belum sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Hal ini tergambar dari hasil survei yang menjadi bagian dari laporan East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022.
Mayoritas perusahaan rintisan (startup) masih kesulitan mendapatkan kandidat karyawan dengan kemampuan digital yang mumpuni.
Dari 71 perusahaan yang menjadi responden, sebanyak 52,1 persen dan 4,2 persen di antaranya mengaku kesulitan dan sangat kesulitan untuk menemukan calon pegawai dengan kemampuan digital sesuai dengan yang mereka harapkan.
- BI Catat Uang Beredar Tumbuh 12,5% pada Februari 2022
- Tingkatkan Kualitas SDM Jurnalis, IIB Darmajaya Berikan Beasiswa S1 dan S2
- LinkAja Rencana Luncurkan Pembiayaan Rendah Risiko Dukung UMKM
Sementara ada sekitar 36 persen perusahaan tidak punya keluhan berarti dalam mencari karyawan dengan kemampuan digital dan hanya 7 persen perusahaan yang mengatakan mudah menemukan calon pegawai dengan kemampuan digital yang mumpuni.
Dari survei juga didapatkan masalah yang dikeluhkan perusahaan terhadap kandidat. Aspek yang dirasa perlu ditingkatkan adalah kemampuan praktikal (56,3 persen), kemampuan yang tidak spesifik (50,7 persen), minimnya pengalaman (49,3 persen), proses adaptasi yang panjang (36,6 persen), dan permintaan remunerasi yang terlalu tinggi (28,2 persen).
“Kami memerlukan tenaga kerja yang ahli multi disiplin keilmuan sehingga mampu menganalisis solusi digital secara akurat,” ungkap salah satu responden yang merupakan penyedia layanan digital di bidang kesehatan.
Kondisi ini menunjukkan perlunya peningkatan kualitas kemampuan digital, secara khusus untuk pasar tenaga kerja.
Dalam dua tahun terakhir, sebenarnya kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam hal teknologi bisa dikatakan meningkat. Pilar SDM dalam EV-DCI 2022 menunjukkan skor 21,8, naik dari tahun-tahun sebelumnya 20,9 (2021) dan 16,3 (2020).
Ini mengindikasikan bertambahnya jumlah program studi digital di tingkat universitas dan meningkatnya nilai indeks literasi digital yang signifikan di beberapa provinsi.
Ketidakselarasan antara naiknya indeks daya saing digital dengan sulitnya industri memenuhi kebutuhan tenaga kerja menunjukkan perlunya perbaikan dari level yang paling fundamental, yakni pendidikan dan persiapan calon tenaga kerja.
Setidaknya hasil survei mengindikasikan hal tersebut. Sebanyak 85,9 persen responden mengusulkan kesempatan magang/ praktik kerja yang lebih besar. Selain itu perbaikan kurikulum pendidikan formal yang sesuai dengan kebutuhan industri (73,2 persen).
Sementara kolaborasi pemerintah dan perusahaan untuk menciptakan program siap kerja (47,9 persen), peningkatan partisipasi lembaga pelatihan (32,4 persen), dan pengembangan sekolah vokasi alias SMK (29,6 persen) juga banyak disuarakan perusahaan.
Peningkatan kemampuan digital bagi calon tenaga kerja juga menjadi kian penting. Sekitar 85 persen perusahaan digital yang terlibat dalam survei menyoroti hal ini. Persentasenya pun cenderung serupa antara startup kecil, menengah, ataupun korporat besar.
- Transaksi QRIS Bank Mandiri Tembus Rp9,2 Triliun Sepanjang 2021
- Marc Marquez Terkena Diplopia, Begini Gejalanya
- OJK Lampung Bersama Stakeholder Mulai Petakan Penerapan Taksonomi Hijau
Hampir semua kelompok profesi pun dianggap memerlukan kemampuan digital untuk masa depan. Profesi seperti software engineer/programmer/developer, product manager/UI UX/SEO, data analyst/scientist, business analyst/development, hingga sales dan marketing akan sangat bergantung dengan peningkatan kemampuan digital.
Tidak hanya itu, kelompok profesi pendukung seperti general affairs, human resources, finance dan customer service, serta logistik di sejumlah perusahaan juga mulai menunjukkan tren perlunya kemampuan digital.
Terciptanya keselarasan antara ketersediaan tenaga kerja dan kebutuhan industri akan mendorong kontribusi sektor digital bagi perekonomian negara. Ekonomi digital Indonesia diprediksikan akan tumbuh dari Rp 1.005 triliun pada 2021 menjadi Rp 4.531 triliun pada 2030.
Pada tahun yang sama, Produk Domestik Bruto (PDB) digital diperkirakan akan lebih besar 55 persen dari PDB digital ASEAN. Kontribusi ekonomi digital terhadap PDB sendiri mencapai 4 persen pada 2020 dan diproyeksikan terus meningkat hingga 18 persen pada 2030.(*)